PADANGARO, RADARSUMBAR.COM – Pemerintah Kabupaten Solok Selatan (Solsel), Sumatera Barat mengungkapkan hasil pengukuran tinggi badan 10.666 balita dengan usia 0-59 bulan di seluruh puskesmas di daerah itu, ditemukan prevalensi stunting sebesar 3,4 persen atau sebanyak 364 anak.
Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Solok Selatan, Yulian Efi di di Padang Aro, Selasa mengatakan dari hasil pengukuran tersebut prevalensi stunting paling tinggi berada di Kecamatan Sangir Jujuan dengan prevalensi sebesar 8,2 persen dari total 929 balita. Diikuti kemudian oleh Kecamatan Sangir Batang Hari sebesar 7,7 persen dari total 862 balita.
Posisi ketiga dengan angka balita stunting tertinggi adalah Kecamatan Sangir Balai Janggo, dimana dari 1.249 balita terdapat 4,1 persen yang mengalami stunting. Sedangkan posisi keempat adalah Kecamatan Sungai Pagu dengan prevalensi 3,4 persen dari 2.096 balita.
Sedangkan posisi tiga terbawah diisi oleh Kecamatan KPGD, Kecamatan Pauh Duo, dan Kecamatan Sangir dengan prevalensi secara berturut-turut 3,3% dari 1.795 balita, 1,7% dari 1.485 balita, dan 0,7% dari 2.250 balita.
“Pemkab Solok Selatan terus melakukan intervensi langsung dalam upaya penurunan angka stunting. Data ini nantinya akan digunakan mempertegas komitmen pemerintah daerah dalam penurunan stunting,” katanya, yang juga wakil bupati Solok Selatan ini .
Hasil pengukuran tinggi anak di bawah lima tahun dan publikasi data stunting ini, katanya menambahkan akan digunakan untuk memperluas komitmen pemerintah daerah dan masyarakat dalam gerakan bersama penurunan stunting.
Pemerintah kabupaten juga mengimbau perangkat daerah, camat, Kepala OPD, kepala Puskesmas, dan seluruh jajaran yang tergabung dalam TPPS untuk memegang fungsi dan tanggungjawab sesuai regulasi yang diatur dalam surat Keputusan Bupati Nomor 400.146 Tahun 2022 tentang Penetapan TIM TPPS.
Selain itu juga diharapkan untuk melakukan kerja sama yang intensif, melakukan pemantauan di lapangan sehingga melihat langsung kebersihan lingkungan, kondisi dan perkembangan anak balita, serta memberi informasi pola asuh anak balita sebagai bagian dari upaya pencegahan stunting.
Untuk diketahui, stunting adalah anak dengan perawakan pendek yang ditandai dengan tinggi badan menurut umur berada di bawah -2 SD (standar daviasi). Standar ini telah ditentukan berdasarkan standar baku WHO multicentre growth reference study tahun 2006.
Stunting ini menjadi salah satu indikator balita stunting berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021. Di samping juga ada indikator lainnya, yakni gangguan perkembangan, gangguan gizi kronik, dan penyakit infeksi berulang.
Stunting ini memiliki dampak buruk bagi perkembangan anak. Untuk jangka pendek bisa berdampak pada terganggunya perkembangan otak dan kecerdasan, terganggunya pertumbuhan fisik, dan terganggunya metabolisme.
Sedangkan dalam jangka panjang akan berakibat pada menurunnya kemampuan kognitif, perkembangan fisik, dan prestasi, kemudian menurunnya kekebalan tubuh, dan beresiko mengalami penyakit degeneratif. Solok Selatan telah membentuk TPPS, yang merupakan tim lintas sektor yang ditujukan untuk intervensi teknis dan intervensi sensitif atas kemungkinan dan kasus stunting. (rdr/ant)