JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Kisah Ketua DPR RI Puan Maharani dan Sumatera Barat belakangan menarik perhatian publik. Puan, yang dulu pernah memunculkan kontroversi terkait Sumatera Barat, kini dipuji sana-sini karena memakai pakaian adat wilayah tersebut pada upacara HUT ke-76 RI.
Seperti diketahui, Puan pernah memantik kontroversi pada Pilkada 2020 di Sumbar. Pada September 2020, Puan mengumumkan dukungan terhadap Mulyadi dan Ali Mukhni. Dua orang itu bukanlah kader PDIP.
Mulyadi adalah politikus Partai Demokrat. Sedangkan Ali Mukhni adalah Bupati Padang Pariaman. “Rekomendasi diberikan kepada Insinyur Mulyadi dan Drs H Ali Mukhni. Merdeka!” kata Puan, Rabu (2/9/2020).
Namun pernyataan Puan tak berhenti sampai di situ. Puan menyinggung soal Sumbar dan negara Pancasila. “Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila,” kata Puan.
Setelah memberikan pernyataan itu, Puan mendapat kritik. Salah satunya oleh anggota DPD RI asal Sumbar Alirman Sori. Dia bertanya balik kepada Puan. “Malah saya balik bertanya apa dasarnya Puan Maharani menyebut semoga Sumbar menjadi pendukung Pancasila,” kata Alirman kepada wartawan, Rabu (2/9/2020).
Menurut Alirman, Pancasila telah final. Tak perlu lagi ada sikap mempertanyakan Pancasila, apalagi disangkutkan dengan daerah. “Soal Pancasila sudah final, tidak ada perlu ada lagi sikap mempertanyakan terhadap suatu daerah pendukung Pancasila,” ujarnya.
Bukan hanya Puan, Megawati Soekarnoputri pun menyoroti Sumbar. Dalam peringatan HUT ke-119 Proklamator RI Mohammad Hatta, Megawati bercerita Sumbar sekarang tak seperti yang dulu. Awalnya, Megawati bercerita soal ketokohan di Sumbar.
“Dulu saya tahu banyak sekali tokoh dari Sumbar. Kenapa menurut saya sekarang kok kayaknya tidak sepopuler dulukah atau memang tidak ada produknya?” kata Megawati dalam acara yang digelar oleh Badan Nasional Kebudayaan Pusat (BKNP) PDIP secara virtual, Kamis (12/8/2021).
Lalu, Megawati menyebut ketokohan Mohammad Hatta, yang merupakan Proklamator Republik Indonesia bersama dengan Sukarno. Selain itu, Sumbar disebut sebagai wilayah dengan gotong royong yang kental.
“Coba bayangkan, tadi sudah ditampilkan siapa Bung Hatta dari masa kecil, saya pernah ke Bukittinggi, makanya sampai saya dapat gelar. Jadi dulu waktu saya kalau ke Sumbar saya melihat saya dapat merasakan sebuah apa ya, naluri kegotongroyongan gitu, karena tentu sangat kental tradisi keislamannya,” ujarnya.
“Tapi juga ada saat bersamaan juga menempatkan peran tokoh adat yang disebut ninik mamak, alim ulama, kaum cadiak pandai (intelektual) ke semuanya merupakan kepemimpinan yang khas yang disebut Minangkabau bukannya istilah, tapi seperti panggilan,” lanjut Megawati.
Megawati kini merasa heran terhadap kondisi Sumbar. Bahkan dia disebut sering di-bully atau perundungan soal Sumbar. Tak hanya dia, Puan, yang merupakan anaknya, juga mengalaminya.
“Kok malah ke sini saya mulai berpikir, saya sering berdiskusi karena di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), saya sebagai Ketua Dewan Pengarah. Itu ada Buya Syafii, saya suka bertanya kepada beliau kenapa Sumbar yang dulu pernah saya kenal sepertinya sekarang sudah mulai berbeda,” ujarnya.
“Satu waktu pernah saya, Mbak Puan di-bully, saya sampai bingung kenapa saya di-bully ya, padahal dari yang saya mendapatkan sebuah pengertian itu kan ada Bundo Kandung. Jadi itu yang maksud saya… apakah itu sudah tidak berjalan lagi,” lanjut Megawati.
Kini, Puan mendapat pujian dari kepala daerah di Sumbar karena memakai pakaian adat Minang saat membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan di HUT ke-76 RI.
Wakil Gubernur Sumbar Audy Joinaldy mengaku bangga dan menyebut Puan terlihat makin cantik dengan busana tersebut. “Bu Puan terlihat makin cantik dengan busana tersebut,” kata Audy, Selasa (17/8/2021).
Dia yakin Puan Maharani sangat bangga mengenakan busana Minang karena punya garis keturunan dari Minangkabau. Kebanggaan yang sama juga dirasakan masyarakat Sumatera Barat.
“Pasti bangga juga beliau mengenakan itu. Begitupun juga dengan kami di Sumatera Barat. Luar biasa ya. Memang setahu kami beliau ada keturunan Minang. Mencerminkan kampung beliau,” tambah dia.
Selain itu, Bupati Tanah Datar, Sumatera Barat Eka Putra pun mengapresiasi pakaian yang dikenakan Puan Maharani saat membacakan Teks Proklamasi. Menurut Eka, tutup kepala yang dipakai Puan merupakan salah satu pakaian adat di daerah yang dipimpinnya itu.
“Khusus tutup kepala itu adalah tingkuluak balenggek, khas Lintau, Tanah Datar. Mbak Puan itu berdarah Minang, ayahnya berasal dari Nagari Sabu, Tanah Datar. Bisa jadi, itu adalah bentuk ikatan emosional beliau dengan Tanah Datar. Wajar beliau memakai pakaian Tanah Datar,” lanjut Eka.
Di sisi lain, menurut Eka, dipakainya tingkuluak balenggek oleh Puan Maharani telah membantu mempromosikan pakaian adat Tanah Datar. “Terima kasih dan semoga hal ini membuat pakaian adat yang ada di Tanah Datar bisa dilestarikan dan semakin dikenal,” ujarnya. (*)
Komentar