Berhubung sudah ada kontrak kerja dan pembangunan rehab sudah dilaksanakan, maka agar tidak menjadi objek gugatan hukum dari kontraktor, pembangunan rehab mau tidak mau tetap dilanjutkan.
“Namun demikian, kami Fraksi Gerindra DPRD Sumbar meminta dan mendesak pihak pengguna jasa dan penyedia jasa untuk melakukan evaluasi atau melakukan perubahan atas kontrak yang sudah disepakati agar melakukan perubahan atau adendum kesepakatan yang tertuang dalam kontrak kerja,” paparnya.
Yakni, bagaimana seefisien mungkin dalam pengunaan anggaran namun, fungsi renovasi tersebut tetap tercapai walau tidak 100%. Artinya, anggaran yang tergunakan misalnya cukup 25% saja tapi fungsi tetap dapat dimanfaatkan walau tidak sepenuhnya sesuai perencanaan awal.
“Kelebihan anggaran yang tidak terpakai 100% tersebut kemudian bisa dialokasikan untuk penanganan pandemi Covid-19,” tutup Hidayat yang juga Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumbar ini.
Sudah Melalui DED
Sementara itu, Sekretaris Dewan Raflis menyebut, untuk membangun fisik tentu diawali dengan pembuatan DED (Design Engineering Detail) yang disiapkan oleh konsultan perencana. DED tersebut diperiksa oleh Tenaga Teknis dari PU dan kemudian baru keluar harga HPS (harga perkiraan sendiri).
“Dari situ baru kita usulkan kepada LPSE (Layanan Pengadaan Sistim Elektronik) untuk dilelang,” tuturnya.
Setelah itu, dari hasil di ULP (Unit Layanan Pengadaan), nilai kontrak renovasi rumah dinas yang bagian belakang itu adalah sebesar Rp5.690.000.000, dimana rencana bangunan dan kegunaannya sudah disampaikan oleh Ketua DPRD.
“Tapi, perlu juga diinformasikan bahwa pekerjaan tersebut tentunya membuka lapangan kerja bagi masyarakat kita dalam kondisi saat ini,” sebut Raflis. (*)