PADANG, RADARSUMBAR.COM – Anggota Badan Anggaran DPRD Sumbar, Hidayat menyebutkan, terdapat arah kebijakan yang mendasar dan belum mendasar yang terungkap setelah Badan Anggaran DPRD Sumbar dan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin Sekda Hansastri selesai melakukan pembahasan KUA PPAS tahun 2022 pada Sabtu, (21/8/2021) kemarin.
Ketua Fraksi Gerindra ini menyebutkan, jumlah pendapatan yang tertuang dalam KUA PPAS 2022 disepakati Rp6,552 triliun lebih atau bertambah sekitar Rp38,258 miliar lebih dari tahun 2021.
“Jumlah total pendapatan yang bakal tertuang dalam APBD 2022 itu nanti, bisa saja berubah bertambah atau berkurang setelah ada kepastian angka rill yang bersumber dari dana transfer daerah dari pemerintah pusat. Namun, kita sudah meminta Pemprov lebih kreatif dan inovatif lagi dalam menggali sumber-sumber pendapatan di luar mekanisme transfer daerah, terutama dalam pemanfaatan dan pengelolaan aset daerah selain pendapatan dari BUMD yang umumnya masih dalam kondisi sakit selain Bank Nagari,” jelasnya.
Dijelaskannya Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA PPAS) pada dasarnya adalah dokumen yang disepakati antara Gubernur dan DPRD tentang arah kebijakan anggaran yang berisi program dan kegiatan yang akan dilaksanakan pemerintah daerah pada tahun 2022 untuk setiap urusan yang disertai berapa jumlah pendapatan daerah, alokasi belanja daerah serta penggunaan pembiayaan.
Sementara PPAS merupakan program prioritas dan patokan maksimal anggaran yang diberikan kepada perangkat daerah (OPD) sebagai acuan dalam penyusunan rencana kerja anggaran OPD
Belanja Daerah
Kemudian, belanja daerah diproyeksikan pada Rp6,698 triliun yang bakal ditutupi sisa lebih penggunaan anggaran. “Artinya, ada kekurangan atau defisit anggaran antara pendapatan dan belanja,” tukas Ketua Bapemperda ini.
Hidayat justru menyorot dalamnya jurang perbedaan antara alokasi anggaran untuk belanja modal dibandingkan belanja barang jasa. “Kita minta alokasi anggaran untuk belanja barang 14% dari total APBD sesuai kesepakatan RPJMD,” tegasnya.
Bayangkan saja, Pemprov mengajukan alokasi belanja barang jasa mencapai Rp2,759 triliun lebih naik signifikan dibandingkan tahun 2021 yakni Rp1,934 triliun lebih. Sementara alokasi anggaran untuk belanja modal pada 2022 hanya sebesar Rp385,985 miliar lebih, turun drastis dibandingkan 2021 sebesar Rp836,913 triliun lebih.
Diterangkan Hidayat, belanja barang jasa umumnya digunakan untuk membiayai keperluan perkantoran, pembayaran listrik, biaya makan minum, alat tulis kantor, honor honor, perjalanan dinas dan barang yang diserahkan kepada masyarakat. Sementara belanja modal diperuntukkan untuk belanja yang menambah aset daerah seperti pembangunan peningkatan jalan, pembangunan irigasi, sekolah, mobiler sekolah, alat kesehatan atau pembangunan sarana prasarana kesehatan.
“Kebutuhan kita mestinya lebih banyak untuk pembangunan yang sasarannya untuk peningkatan infrastruktur dan kualitas pelayanan publik di berbagai sektor, dan anggaran untuk pembangunan tersebut ada di pos belanja modal,” papar Hidayat.
Ia melihat alokasi anggaran untuk belanja barang jasa di beberapa OPD banyak digunakan diantaranya untuk pelatihan pelatihan, biaya administrasi keuangan perangkat daerah, pembelian barang yang diserahkan kepada masyarakat seperti berbagai bibit dan peralatan.
“Ada juga pembelian unggas dan kambing nilainya Rp60 miliar. Bagi saya tidak masalah sejauh dalam pelaksanaannya nanti benar-benar tepat sasaran dan mencapai tujuan diharapkan. Selama ini, program ini kurang berhasil karena banyak yang mati sebelum berkembang biak. Nanti akan kita gali lagi saat pembahasan RAPBD, motivasi sebenarnya bagaimana. Contoh lain juga didapati anggaran rehab gedung senilai Rp20 miliar lebih, dan seterusnya,” kata Hidayat mencontohkan.
Begitupun juga alokasi anggaran yang direncanakan untuk pencegahan dan penanganan pandemi Covid19, juga belum terlihat keberpihakan Pemprov jika dilihat dari sisi anggaran yang dialokasi untuk pencegahan dan penanganan pandemi ini.
“Anggarannya hanya Rp50 miliar yang ditempatkan di pos Belanja Tak Terduga (BTT). Saya rasa kecil sekali dan kita sudah meminta anggarannya dinaikkan karena kebutuhan saat ini sangat prioritas. Bahkan, saya juga minta alokasi anggaran untuk bantuan sosial seperti bantuan langsung tunai juga dialokasikan selain anggaran untuk penanganan di hilir seperti kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit khusus rujukan Covid19,” jelas Hidayat.
Atas dasar itu katanya, diakhir pembahasan KUA PPAS alhamdulilah sudah disepakati bahwa untuk RAPBD 2022 nanti ada beberapa poin yang telah disepakati antara Banggar dan TAPD.
Pertama, alokasi untuk belanja modal sebesar 14% dari APBD atau sekitar Rp900 miliar lebih yang diambil dari pos belanja barang dan jasa. Kedua, anggaran untuk pengadaan mobil dinas dan anggaran untuk rehab berat bangun kantor pemerintah ditiadakan. Kemudian, belanja bantuan sosial di pos BTT dinaikkan, dan penyertaan modal pada PT Jamkrida juga ditiadakan.
“Alhamdulillah, teman-teman dari Fraksi Demokrat melalui saudara Nurnas, Fraksi Golkar melalui saudara Afrizal, Fraksi PDIP dan PKB, melalui saudara Syamsul Bahri dan beberapa fraksi lain sepakat dengan kebijakan tersebut dan akhirnya juga disepakati oleh Sekretaris Daerah, Hans Sastri selaku Ketua TAPD,” terangnya.
Kita berharap saat pengajuan RAPBD 2022 nanti, Pemprov dapat komit dengan kesepakatan ini, terutama dengan pemangkasan anggaran pembelian kendaraan dinas dan anggaran rehab berat bangunan kantor dapat dialihkan ke belanja tak terduga untuk penanganan pandemi Covid-19.
“Fraksi Gerindra justru meminta dialokasikan lagi untuk BLT dan atau bansos yang langsung dapat diberikan kepada warga masyarakat yang benar-benar terdampak secara ekonomi oleh pandemi Covid-19. Nanti saat pembahasan RAPBD sesuai jadwal akan kembali diajukan Gubernur kepada DPRD sekitar dua bulan ke depan. Setidaknya sebelum akhir November 2021 APBD tahun 2022 sudah ditetapkan,” tutup Hidayat. (*/rdr)
Komentar