JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kemungkinan pandemi Covid-19 akan berubah menjadi endemi pada 2022. Pandemi dan endemi dibedakan berdasarkan seberapa luar tingkat penyebaran penyakitnya.
Pandemi terjadi ketika peningkatan infeksi mendadak dari suatu penyakit, yang telah menyebar di beberapa negara atau benua, serta menjangkiti banyak orang.
Sementara, endemi adalah kehadiran konstan atau prevalensi suatu penyakit atau infeksi yang biasa terjadi dalam suatu wilayah geografis. Beberapa pandemi akhirnya bisa tertangani, tetapi tetap bertahan di sebagian wilayah. Inilah mengapa pandemi bisa berubah menjadi penyakit endemik.
Berikut adalah beberapa penyakit yang awalnya pandemi, kemudian berubah menjadi endemi:
1. Black Death (1346-1353)
Black Death atau wabah pes merupakan pandemi yang mengakibatkan kematian sekitar 50 juta orang di seluruh dunia pada abad ke-14 Menurut para ilmuwan, wabah itu disebabkan oleh bakteri yang disebut Yersinia pestis. Virus ini menjadi pandemi selama sekitar empat tahun.
Mengutip laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 13 Oktober 2017, wabah yang menyebabkan Black Death mudah diobati dengan antibiotik dan tindakan pencegahan standar untuk mencegah infeksi. Wabah ini disebabkan oleh gigitan kutu yang terinfeksi. Basil pes, Yersinia pestis, masuk melalui gigitan dan menjalar melalui sistem limfatik ke kelenjar getah bening terdekat untuk mereplikasi dirinya sendiri.
Kelenjar getah bening kemudian meradang, tegang, nyeri, dan disebut ‘bubo’. Itulah mengapa penyakit ini juga disebut “Bubonic”. Pada stadium lanjut infeksi, kelenjar getah bening yang meradang dapat berubah menjadi luka terbuka berisi nanah. Penularan penyakit pes dari manusia ke manusia jarang terjadi.
Wabah pes dapat berkembang dan menyebar ke paru-paru, yang merupakan jenis wabah yang lebih parah yang disebut wabah pneumonia. Setelah bisa tertangani, Black Death kemudian menjadi epidemi di Afrika, Asia, dan Amerika Selatan.
Sejak 1990-an, sebagian besar kasus pada manusia terjadi di Afrika. Tiga negara yang mengalami endemi paling parah adalah Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, dan Peru.
2. Flu Spanyol (1918-1920)
Wabah lainnya yang sempat menjadi pandemi adalah influenza, yang populer disebut flu Spanyol. Mengutip laman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC), pandemi flu Spanyol ini dimulai pada tahun 1918, segera setelah Perang Dunia 1. Dalam kurun waktu dua tahun, penyakit ini mengakibatkan lebih dari 50 juta kematian.
Penyebabnya adalah virus H1N1 dengan gen yang berasal dari unggas. Virus ini pertama kali terdeteksi di AS pada seorang personel militer musim semi tahun 1918. Pada pertengahan tahun 2009, H1N1 sempat kembali merebak.
WHO pun kembali menetapkan penyebaran virus ini sebagai pandemi. Setelah mereda, pada 10 Agustus 2010, WHO mengumumkan berakhirnya pandemi influenza H1N1.
3. Flu Asia (1957-1958)
Pada Februari 1957, virus influenza A (H2N2) terdeteksi di Asia Timur dan segera memicu pandemi yang kemudian disebut Flu Asia. Virus H2N2 ini berasal dari virus flu burung A. Kasus pertamanya dilaporkan di Singapura pada Februari 1957, Hong Kong pada April 1957, dan di kota-kota pesisir di Amerika Serikat pada musim panas 1957. Pandemi Flu Asia mengakibatkan sekitar 1,1 juta orang di seluruh dunia meninggal dunia.
Pada 1961, terjadi peningkatan infeksi di Afrika Selatan yang kemungkinan disebabkan oleh burung liar sebagai reservoir virus influenza A. Untuk menanganinya, ilmuwan akhirnya mencoba beberapa pengobatan. Pada 1966, FDA melisensikan amantadine, obat antivirus baru sebagai profilaksis (obat pencegahan) terhadap influenza A. Pada 1994, FDA menyetujui penggunaan Rimantadine yang berasal dari amantadine untuk mengobati influenza A.
4. Flu Hong Kong (1968)
Britannica mencatat, terjadi pandemi flu Hong Kong terdeteksi tahun 1968, di China pada Juli 1968. Pandemi ini disebabkan oleh virus influenza A (H3N2), dan merupakan pandemi flu ketiga yang terjadi pada abad ke-20. Infeksi virus H2N2 menewaskan satu juta orang di seluruh dunia dan menjadi pandemi flu pada 1968.
Virus ini diyakini masih berhubungan dengan pandemi Flu Asia tahun 1957, yang mengalami proses yang disebut “pergeseran antigenik”. Proses tersebut merujuk kepada perubahan kecil pada gen virus flu yang dapat menyebabkan perubahan pada protein permukaan virus, HA (hemagglutinin) dan NA (neuraminidase), yang memicu respons imun tubuh.
5. Kolera (1817)
Kolera merebak secara global pada 1817. Melansir Britannica, pada tahun itu, wabah mematikan terjadi di Jessore, India, kemudian menyebar ke sebagian besar India, Burma (Myanmar), dan Ceylon (Sri Lanka). Pada 1820, penyakit ini juga telah dilaporkan di Siam (Thailand), di Indonesia (di mana lebih dari 100.000 orang di Pulau Jawa meninggal), dan Filipina.
Virus menyebar ke Basra, seluruh Turki, dan mencapai ambang Eropa. Penyakit ini juga menyebar di sepanjang rute perdagangan dari Arab ke pantai timur Afrika dan Mediterania. Selama beberapa tahun berikutnya, kolera menghilang dari sebagian besar dunia kecuali “pangkalannya” di sekitar Teluk Benggala.
WHO mencatat, kolera adalah infeksi diare akut yang disebabkan oleh konsumsi makanan atau air yang terkontaminasi bakteri Vibrio cholerae. Kolera masih menjadi ancaman global bagi kesehatan masyarakat akibat indikator ketidakadilan dan kurangnya pembangunan sosial.
Para peneliti memperkirakan, setiap tahun ada sekitar 1,3 hingga 4,0 juta kasus, dan 21.000 hingga 143.000 kematian di seluruh dunia karena kolera. Meski demikian, kini kolera ditetapkan sebagai epidemi.
6. HIV/AIDS (1980an-sekarang)
Pada awal 1980-an, sebelum HIV diidentifikasi sebagai penyebab AIDS, infeksi diperkirakan hanya menyerang kelompok tertentu. Pada November 1983, WHO mengadakan pertemuan pertama untuk menilai situasi AIDS global dan memprakarsai pengawasan internasional
Saat itulah komunitas kesehatan global memahami bahwa HIV juga dapat menyebar di antara orang-orang heteroseksual, melalui transfusi darah, dan bahwa ibu yang terinfeksi dapat menularkan HIV kepada bayinya.
WHO mencatat, lebih dari 70 juta orang telah tertular infeksi HIV, dan sekitar 35 juta orang meninggal dunia. Sementara, sekitar 37 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV, 22 juta di antaranya sedang dalam pengobatan.
Melalui konferensi pers WHO, Rabu (24/2/2021), Dr. Ryan menyebut HIV sebagai salah satu jenis virus endemik. Selama beberapa dekade, belum diketahui obat untuk penyakit ini. Akan tetapi, pengobatan yang dikembangkan pada 1990-an hingga saat ini memungkinkan orang dengan penyakit ini untuk menjalani hidup normal melalui perawatan teratur. (*)
Komentar