JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menerbitkan Izin Penggunaan Darurat atau Emergency Use Authorization (EUA) terhadap Vaksin COVID-19 Sputnik-V pada Selasa (24/8/2021) lalu.
Kepala BPOM Penny K. Lukito menyampaikan, pemberian EUA untuk Vaksin Sputnik-V telah melalui pengkajian secara intensif oleh BPOM bersama Tim Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin COVID-19 dan Indonesia Tenchnical Advisory Group on Immunization (ITAGI). Penilaian terhadap data mutu vaksin ini juga mengacu pada pedoman evaluasi mutu vaksin yang berlaku secara Internasional.
“Data uji klinik fase 3 menunjukkan Vaksin COVID-19 Sputnik-V memberikan efikasi sebesar 91,6 persen (dengan rentang confidence interval 85,6-95,2 persen),” ujar Penny, dikutip dari laman resmi BPOM, Sabtu (28/8/2021).
Berdasarkan hasil kajian terkait dengan keamanannya, efek samping dari penggunaan vaksin ini merupakan efek samping dengan tingkat keparahan ringan atau sedang. Hasil ini dilaporkan pada uji klinik Vaksin COVID-19 Sputnik-V (Gam-COVID-Vac) dan uji klinik vaksin lainnya dari teknologi platform yang sama.
“Efek samping paling umum yang dirasakan adalah gejala menyerupai flu (a flu-like syndrome), yang ditandai dengan demam, menggigil, nyeri sendi (arthralgia), nyeri otot (myalgia), badan lemas (asthenia), ketidaknyamanan, sakit kepala, hipertermia, atau reaksi lokal pada lokasi injeksi,” ujar Kepala BPOM.
Terhadap sarana produksi vaksin, telah dilakukan dilakukan inspeksi onsite pada fasilitas produksi Vaksin COVID-19 Sputnik-V di Rusia, yaitu Generium dan Biocad sebagai fasilitas produksi bulk vaksin serta Ufavita sebagai fasilitas fill and finish produk jadi.
Berdasarkan hasil inspeksi, hasilnya telah memenuhi standar Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan standar persyaratan mutu vaksin. Bersamaan dengan penerbitan EUA, BPOM juga menerbitkan factsheet yang dapat diacu oleh Tenaga Kesehatan serta factsheet yang dikhususkan untuk masyarakat.
Factsheet tersebut berisi informasi lebih lengkap terkait keamanan dan efikasi vaksin ini dan hal-hal yang harus menjadi kewaspadaan dalam penggunaan vaksin, termasuk monitoring kemungkinan efek samping atau Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dan pelaporannya.
Dengan tambahan vaksin Sputnik-V ini total BPOM telah mengeluarkan tujuh EUA untuk vaksin COVID-19. Enam vaksin lainnya yaitu Sinovac (CoronaVac), Vaksin COVID-19 Bio Farma, AstraZeneca COVID-19 Vaccine, Sinopharm, Moderna, dan Comirnaty (Pfizer).
Kepala BPOM mengharapkan tambahan jenis vaksin yang telah memperoleh EUA ini dapat semakin membantu mempercepat program vaksinasi yang dijalankan pemerintah untuk segera mencapai kekebalan komunal atau herd immunity.
“BPOM akan terus mendukung pemerintah sesuai tugas pokok dan fungsinya dalam pengawasan obat agar masyarakat dapat mengakses vaksin COVID-19 yang telah memenuhi kualifikasi standar yang dipersyaratkan dengan segera,” tegasnya.
Pada kesempatan ini, Penny juga menyampaikan apresiasi kepada semua pihak, termasuk kepada Tim Komite Komite Nasional Penilai Khusus Vaksin COVID-19 dan ITAGI, yang telah mendukung dan memungkinkan hadirnya vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu di tengah masyarakat.
Ia juga berharap agar proses transfer teknologi untuk proses pembuatan vaksin di dalam negeri terus berlangsung dengan berbagai teknologi platform yang terus berkembang dalam rangka mendukung kemandirian Industri Farmasi Nasional.
Vaksin Sputnik-V merupakan jenis vaksin yang dikembangkan oleh The Gamaleya National Center of Epidemiology and Microbiology di Rusia yang menggunakan platform Non-Replicating Viral Vector (Ad26-S dan Ad5-S).
Vaksin ini didaftarkan oleh PT Pratapa Nirmala sebagai pemegang EUA dan bertanggung jawab untuk penjaminan keamanan dan mutu vaksin ini di Indonesia. Vaksin Sputnik-V digunakan dengan indikasi pencegahan COVID-19 yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 untuk orang berusia 18 tahun ke atas.
Vaksin diberikan secara injeksi intramuscular (IM) dengan dosis 0,5 mililiter untuk dua kali penyuntikan dalam rentang waktu tiga minggu. Vaksin ini termasuk dalam kelompok vaksin yang memerlukan penyimpanan pada kondisi suhu khusus, yaitu pada suhu minus 20 derajat celcius lebih kurang dua derajat celcius. (*)