Lobi-lobi dalam pemilihan di muktamar sebuah keniscayaan. Setiap pengurus atau kader pemilik hak suara punya hak pula menentukan siapa yang akan mereka pilih kelak. Banyak faktor yang mempengaruhi pemilik suara menentukan pilihan. Mulai dari kedekatan emosional, kepentingan politik praktis hingga karier di bidang tertentu. Tawaran-tawaran sah saja digaungkan asal tidak menciderai nilai-nilai kebersamaan dalam Pemuda Muhammadiyah itu sendiri.
Hanya saja, sebagai kader Muhammadiyah, saya kurang sepakat dengan cara-cara tendensius dalam mengarahkan hak pilih dalam muktamar. Tendensi yang saya maksud bukan soal emosional, tapi tentang janji-janji yang terkesan memaksakan. Saya dengar-dengar, ada pula yang mengaitkan pilihan dalam muktamar akan berimbas pada karier seseorang di penyelenggara Pemilu hingga di partai politik.
Apakah mereka lupa? Muktamar itu pesta dalam rumah kita sendiri; Pemuda Muhammadiyah. Bukan kontestasi politik kepentingan segelintir orang berbeda ideologi. Siapapun yang menjadi Ketum Pemuda Muhammadiyah mendatang, berkewajiban memajukan dan mendukung kader-kader di seluruh Tanah Air. Tanggungjawabnya besar.
Namanya kontestasi, propaganda tentu lumrah terjad. Tapi, jangan mengorbankan orang lain dan kandidat itu sendiri. Sayangnya, klaim ‘kacangan’ terhadap dukungan masih saja terjadi dengan banyak pola. Harapan saya, Caketum yang memiliki katrol bisa mengevaluasi tim-timnya. Jangan sekadar dengar klaim tanpa bukti otentik.
Bagi saya, tak elok rasanya mengaitkan pilihan muktamar dengan karier dan rencana masa depan kader-kader Muhammadyah yang notabenenya adalah kita bersama. Ingat, kita kuat dan besar karena bersama berkolaborasi. Ingat pesan KH Ahmad Dahlan “Aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu sekalian dengan penuh harapan agar engkau sekalian mau memelihara dan menjaga Muhammadiyah itu dengan sepenuh hati agar Muhammadiyah bisa terus berkembang selamanya”.
Mari ber-Muktamar dengan hati riang gembira. Kita satu; Pemuda Muhammadiyah. (*)