Ada seorang Buya sedang gelisah dan bertanya kepada dirinya sendiri. Apa yang salah dengan pengajiannya? sehingga umat semalin lama semakin jauh dari tauhid.
Pada suatu hari Buya berkunjung ke rumah sakit orang-orang gila atau Rumah Sakit Jiwa (RSJ). Buya bertemu dengan seorang dokter yang sedang menulis resep untuk orang gila.
Buya bertanya kepada dokter. “Bisakah membuatkan obat buat saya?”
Dokter bertanya, “Sakit bapak apa?”
“Saya terus gelisah dan cemas berkelawatan dan khawatir yang berlebihan,” jawab Buya kepada dokter.
Tiba-tiba orang gila yang mendengarkan pembicaraan dokter dengan Buya memanggil dari dalam jeruji besi tempat dia di kurung.
“Sini-sini, saya ada obatnya pak,” teriak si gila.
Buya pun datang mendekati tempat orang gila itu dikurung.
“Ini ramuannya pak. Ambil akar pohon tobat campur dengan daun istighfar, masukkan ke dalam lesung tumbuk dengan alu tauhid. Saring dengan penyaring insyaf, aduk dengan air mata. Rebus dengan tungku cinta, minum terus tiap sepertiga malam. Bapak akan sembuh,” ajar si orang gila.
Buya kaget mendengar ramuan orang gila, sambil berkata didalam hatinya. “Saya yang gila atau diakah yang gila.”
Tentunya, berada di jalan yang benar tentu baik. Tapi merasa diri paling benar itu yang tidak bijak. Alim itu baik. Tapi merasa alim, itu yang tidak tak baik. Saleh itu mulia, tapi merasa yang paling saleh itu yang hina. (Ketua Kesatuan Pedagang Pasar/KPP Padang)