JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Mantan Kapolda Sumatera Barat sekaligus terdakwa kasus peredaran narkoba, Irjen Pol Teddy Minahasa mengakui pernah mengirimkan pesan kepada mantan Kapolres Bukittinggi, Doddy Prawiranegara untuk menukar sabu dengan tawas.
“Saya sempat melakukan ‘warning’ dengan mengirim narasi sebagian BB diganti tawas sambil mengirim emoji ketawa untuk bonus anggota,” kata Teddy di muka sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu.
Pesan itu dikirim Teddy sebelum menggelar konferensi pers penangkapan sabu di Polres Bukittinggi pada bulan Juni.
Namun demikian, Teddy tidak bermaksud serius memerintahkan penukaran sabu dengan tawas melainkan hanya bergurau kepada Doddy.
Dia berdalih melakukan tersebut agar Doddy tidak melakukan pencurian barang bukti sabu untuk “bonus” anggota.
Hakim Ketua, Jon Sarman Saragih kembali mempertegas tujuan bergurau seperti itu.
“Maksudnya agar Saudara Doddy tidak melakukan itu dan pengalaman saya di lapangan anggota sering melakukan penyimpangan,” kata Teddy.
“Untuk bonus anggota maksudnya apa?,” tanya Jon Sarman kembali bertanya kepada Teddy.
“Itu narasi sifatnya umum saja” kata Teddy.
“Maksudnya untuk bonus?,” tanya Hakim Jon Sarman.
“Bukan bermaksud demikian, maksud saya mengontrol Saudara Deddy untuk tidak melakukan itu. Bonus yang biasa kita berikan berupa penghargaan atau ‘reward’,” kata Teddy kembali.
Polda Metro Jaya menyatakan Teddy Minahasa telah memerintahkan anak buahnya untuk menyisihkan barang bukti narkotika jenis sabu-sabu dari hasil pengungkapan kasus untuk diedarkan.
Ditukar tawas
Polres Bukittinggi awalnya hendak memusnahkan 40 kilogram sabu, namun Irjen Pol Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menukar sabu sebanyak lima kilogram dengan tawas.
Penggelapan barang bukti narkoba tersebut akhirnya terbongkar dengan rangkaian pengungkapan kasus narkotika oleh Polres Metro Jakarta Pusat dan Polda Metro Jaya.
Sebanyak 1,7 kilogram sabu telah diedarkan. Sedangkan 3,3 kilogram sisanya berhasil disita oleh petugas.
Adapun pasal yang disangkakan kepada Teddy, yakni Pasal 114 Ayat 3 sub Pasal 112 Ayat 2 Jo Pasal 132 Ayat 1 Jo Pasal 55 UU Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman maksimal hukuman mati dan minimal 20 tahun penjara. (rdr/ant)