Datangkan Pakar Pidana dari Unand Demi Saksi Meringankan, Eks Kapolda Sumbar Justru Kecele

Guru Besar Fakultas Hukum Unand itu menyatakan perintah atasan kepada bawahan termasuk tindak pidana sebagaimana Pasal 114 atau 112 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Tim Kuasa Hukum Teddy Minahasa ‘kecele’ usai mendatangkan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Andalas (Unand), Elwi Danil.

Pasalnya, eks Kapolda Sumatera Barat (Sumbar) yang tersandung kasus penyalahgunaan narkotika tersebut mendatangkan Pakar Pidana Unand itu guna jadi saksi meringankan.

Dinukil dari laman TV One, Guru Besar Fakultas Hukum Unand itu menyatakan perintah atasan kepada bawahan termasuk tindak pidana sebagaimana Pasal 114 atau 112 Undang-undang nomor 35 tahun 2009 Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika.

Hal tersebut disampaikannya saat ditanyakan oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Barat (Jakbar), Jon Sarman Saragih yang bertanya perintah atasan ke bawahan dengan contoh mengganti sabu-sabu dengan tawas.

“Ada perintah dari atasan ke bawahan, semisal kapolda ke kapolres, pembicaraannya ganti sebagian dengan tawas, terus juga bonus bagi anggota. Itu perintahnya dalam rangka mengganti barang bukti, apa itu memenuhi unsur Pasal 55 KUHP?” tanya Jon Sarman di PN Jakbar, Senin (13/3/2023).

“Bila melihat ilustrasi tersebut, ada kemungkinan yang menyuruh dan disuruh, karena dilaksanakan oleh perintah jabatan. Menurutnya, pelaksanaan itu dari perintah jabatan yang sah, tetapi tidak semua dilaksanakan dengan bawahan,” jawab Elwi.

Menurutnya, seorang bawahan terikat pada ketentuan-ketentuan peraturan internal yang disebutkan sebagaimana diatur dalam Perkap nomor 14 tahun 2011, kemudian diperbarui dengan Perpol nomor 7 2022.

“Bahwa seorang bawahan wajib menolak perintah atasannya apabila perintah tersebut melanggar norma hukum, kesusilaan, dan agama,” katanya.

Elwi menjelaskan, ketika seorang bawahan menolak perintah atasannya, harus ada laporan ke atasan dari atasan yang memberikan perintah agar dapat perlindungan secara hukum.

Selanjutnya, dia mengatakan ada yang menggerakkan, karena atasan itu menggerakkan untuk melakukan tindak pidana dalam arti melanggar kewenangannya.

“Izin saya lihat Pasal 55 ayat 1 ke 2 itu, dipidana sebagai pelaku tindak pidana mereka yang dengan memberi atau menjanjikan sesuatu kemudian dengan menyalahgunakan kekuasaan dan martabat,” katanya.

“Dalam kasus yang mulia kemukakan tadi, menurut saya, disitu ada menyalahgunakan kekuasaan. Disalahgunakan untuk memerintahkan anak buahnya melakukan sesuatu seperti yang dia kehendaki,” sambungnya.

Sementara itu, Hakim Jon kembali menanyakan pelaku yang menyuruh tersebut menggerakkan sebagaimana yang dimaksud pasal 114 atau 112 UU nomor 35 tahun 2009 tentang tindak pidana penyalahgunaan narkotika.

“Jika melihat konstruksi dari Pasal 55 ayat 1 ke-2, keduanya merupakan pelaku. Oleh karena itu, dia menyatakan penyuruh dan tersuruh masuk ke dalam Pasal 114 atau 112 UU Narkotika. Kesimpulannya, bisa Yang Mulia,” tuturnya. (rdr-008)

Exit mobile version