AJI Padang: Dikte Ajudan Gubernur pada Jurnalis Jadi Preseden Buruk Kebebasan Pers di Sumbar

Gubernur Mahyeldi sedang rapat koordinasi virtual dengan Kemenko Maritim dan Kemendikbud Ristek tentang sekolah tatap muka.

ilustrasi pers

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Beberapa hari belakangan, kasus yang mencuat ke permukaan dengan menyeret nama Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi, berimbas kepada aktivitas jurnalistik yang dijalankan jurnalis di lapangan.

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Padang, menerima laporan dari sejumlah jurnalis, tentang pendiktean dari staf dan ajudan gubernur kala hendak minta keterangan kepada Gubernur Sumbar sebagai upaya menyempurnakan produk jurnalistik.

Berikut kami rangkum (penyampaian jejak digital) pendiktean dari staf dan ajudan gubernur Sumbar kepada sejumlah jurnalis yang ingin mewawancarai Gubernur Sumbar Mahyeldi.

Saat berusaha ditemui sejumlah wartawan, Kamis (26/8/2021) di Istana Gubernur Sumbar, salah seorang staf Gubernur Mahyeldi menyampaikan kepada wartawan agar jangan menanyakan pertanyaan yang aneh-aneh.

Saat itu, Gubernur Mahyeldi sedang rapat koordinasi virtual dengan Kemenko Maritim dan Kemendikbud Ristek tentang sekolah tatap muka. Staf Gubernur berpesan agar wartawan hanya menanyakan seputar acara yang sedang berlangsung.

Dikte nyaris serupa kemudian terjadi lagi kemarin, saat sejumlah jurnalis ingin mewawancarai Gubernur Mahyeldi di komplek Gedung DPRD Sumbar, Selasa (31/8/2021).

“Kawan-kawan, kalau pertanyaan mobil sama surat, saya cut. Bapak (Mahyeldi) tidak mau itu. Saya langsung saja,” kata seorang ajudan di hadapan sejumlah wartawan, Selasa (31/8/2021).

AJI menegaskan, kebijakan atau sikap Gubernur Sumbar untuk tidak berkomentar atau pun bungkam, adalah haknya sebagai narasumber.

Namun, dikte yang dilakukan bawahannya dengan cara mengatur-atur apa yang akan ditanyakan jurnalis kepada narasumber adalah pelanggaran serius UU Pers No. 40 Tahun 1999. Apa yang akan ditanyakan dan apa tidak tidak ditanyakan jurnalis, merupakan bagian dari otoritas ruang redaksi.

Kalau ada pihak di luar redaksi mengatur-atur itu, sama dengan mencampuri independensi ruang redaksi, sehingga berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 1 UU Pers, serta menggerus demokrasi yang berlaku di negara ini.

Tindakan menghalangi kegiatan jurnalistik jelas diatur di dalam UU Pers No 40 Tahun 1999 pada Pasal 18 Ayat (1) yang menyebutkan, bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).

Sekaitan dengan itu, AJI Padang mengingatkan:

  1. Tindakan para bawahan Gubernur Sumbar dengan mendikte para jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistik adalah penghalang-halangan kegiatan jurnalis, dengan berpotensi melanggar Pasal 18 ayat 1 UU Pers.
  2. Tindakan bawahan Gubernur Sumbar tanpa atau sepengetahuan (restu) gubernur yang mendikte para jurnalis, mempertontonkan penggerusan ekosistem demokrasi di Sumbar.
  3. Meminta Gubernur Sumbar untuk menegur bawahannya, dan memastikan upaya penghalangan jurnalis yang sedang bertugas tidak terulang.Jurnalis yang dalam tugas peliputan dilindungi undang-undang. (*)
Exit mobile version