Ini 8 Tradisi Jelang Ramadan di Indonesia, Nomor 2 Sering Makan Korban

Pada intinya, kegiatan ini untuk menyucikan diri, saling memaafkan dan menjalin silaturahmi yang baik dengan sesama.

Ziarah makam jelang menyambut bulan suci Ramadan 1444 Hijriah. (Foto: Dok. Muhammad Aidil)

Ziarah makam jelang menyambut bulan suci Ramadan 1444 Hijriah. (Foto: Dok. Muhammad Aidil)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Sejumlah ritual dan tradisi dilakukan oleh masyarakat jelang memasuki bulan suci Ramadan setiap tahunnya di Indonesia, salah satunya adalah ziarah makam.

Ziarah makam dilakukan guna menyambangi anggota keluarga yang telah meninggal dunia dan juga membersihkan kuburan.

Kegiatan ini juga bisa dimaknakan sebagai tradisi bersilaturahmi dan mendoakan keluarga yang telah berpulang, serta melepas kerinduan karena sudah berpisah selama-lamanya.

Di berbagai daerah Indonesia, Ramadan disambut dengan sejumlah aktivitas selain berziarah ke kuburan. Pada intinya, kegiatan ini untuk menyucikan diri, saling memaafkan dan menjalin silaturahmi yang baik dengan sesama.

Pada artikel kali ini, Radarsumbar.com akan menyajikan sejumlah tradisi Ramadan yang dilakukan di Indonesia yang dikutip dari IDN Times dan sejumlah media lainnya.

1. Nyadran
Bagi masyarakat Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tradisi nyadran sudah tak asing lagi dilakukan saat memasuki bulan suci Ramadan. Tradisi ini juga dikenal dengan ruwahan, yang merupakan perpaduan antara budaya Jawa dengan Islam.

Kegiatan ini dilaksanakan sebelum puasa, atau pada 15, 20, dan 23 Ruwah. Kegiatan Nyadran biasanya dilakukan dengan membersihkan makam orang tua atau keluarga kemudian didoakan.

Bagi masyarakat Jawa, Nyadran merupakan simbol pembersihan diri memasuki bulan Ramadan dan bentuk bakti kepada pendahulu dan leluhur. Tak sampai di sana, setelah Nyadran akan ada kegiatan makan bersama atau semacam resepsi.

2. Padusan atau Balimau
Tradisi padusan juga dilakukan selain Nyadran di tanah Jawa. Padusan sendiri merupakan aktivitas mandi dengan niat membersihkan diri memasuki bulan suci. Biasanya kegiatan ini dilakukan di pantai, sungai ataupun sendang.

Kegiatan serupa juga dilakukan di Sumatera Barat (Sumbar). Masyarakat Minangkabau menyebut kegiatan ini dengan ‘Balimau’.

Nama Balimau sendiri diambil dari jeruk atau wewangian yang dijadikan bahan untuk membersihkan diri ketika hendak mandi sebelum masuk bulan puasa.

Nama Balimau sendiri diambil dari jeruk atau wewangian yang dijadikan bahan untuk membersihkan diri ketika hendak mandi sebelum masuk bulan puasa.

3. Malamang
Tradisi Malamang merupakan aktivitas memasak lemang yang biasa dilakukan orang Sumbar ketika memasuki hari besar dan suci, yakni bulan Ramadan.

Mengingat pengerjaannya harus dilakukan dengan banyak orang, Malamang bisa disimbolkan sebagai sarana berkumpul dan mempererat tali silaturahmi menyambut bulan Ramadan.

Ada beberapa langkah yang harus dilakukan seperti mencari bambu sebagai tempat adonan lemang, mencari kayu bakar untuk memanggang lemang, kemudian mempersiapkan bahan pembuatan lamang.

4. Nyorog
Bergeser dari Sumbar ke ibu kota Indonesia, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta yang menjadi tanahnya masyarakat Betawi. Bagi masyarakat Betawi, satu hal yang tak akan luput sebelum memasuki bulan Ramadan adalah Nyorog.

Nyorog merupakan istilah untuk berbagi bingkisan seperti bahan pokok, bandeng, dan daging kerbau kepada keluarga.

Ada yang unik juga dalam bingkisan Nyorog, yaitu menggunakan sayur gabus pucung, yang merupakan makanan khas Betawi. Tujuan dari Nyorog untuk mengingatkan bulan suci Ramadan segera datang dan sebagai ajang untuk saling menguatkan tali silaturahmi.

5. Suru Maca
Bagi masyarakat Suku Bugis dan Makassar, ritual Suru Maca adalah cara mereka menyambut bulan suci Ramadan. Suru Maca diartikan dengan membaca doa bersama-sama kepada leluhur dan pendahulu. Ritual ini masih terjaga sampai sekarang.

Sama hal dengan Nyadran, pada Suru Maca, makanan tak hanya diletakkan di ruang makan atau tengah, melainkan juga diletakkan di atas kasur. Makanan yang hendak disantap akan didoakan oleh ulama atau ustaz serta dibacakan ayat Alquran.

Makanan yang biasanya disediakan dalam ritual Suru Maca itu diantaranya opor ayam, ayam goreng tumis, serta nasi ketan dua warna, yakni ketan putih maupun hitam serta gula merah atau disebut dengan istilah songkolo palopo.

6. Megibung
Siapa bilang di Bali tidak ada ritual atau menyambut bulan suci Ramadan setiap tahunnya. Meski mayoritas penduduknya beragama Hindu, daerah yang sangat terkenal dengan toleransi tingginya ini juga punya tradisi menyambut bulan puasa, yakni Megibung.

Tradisi ini dijalankan oleh warga Karangasem dengan melakukan makan bersama yang melibatkan sejumlah orang sambil duduk bersila atau membentuk lingkaran.

Nasi yang telah disediakan dengan lauk-pauknya tersebut diletakkan di atas nampan dan dimakan satu sela atau satu kelompok. Satu porsi nasi Megibung bisa dinikmati oleh empat hingga delapan orang.

7. Batahlil
Batahlil merupakan istilah berziarah ke kuburan yang dilakukan masyarakat Ternate, Maluku Utara (Malut). Setelah ziarah, dilakukan doa bersama bersama keluarga atau kerabat dekat di rumah. Tak hanya berdoa, biasanya tuan rumah akan memberikan nasi kuning atau kue untuk dibawa pulang.

8. Bakar Batu
Pernah dengar istilah Bakar Batu? Tradisi yang berasal dari Papua ini bukan hanya digunakan untukn merayakan perdamaian dari konflik, melainkan juga digunakan sebagai ritual menyambut bulan puasa.

Batu yang dibakar kemudian ditumpuk sejumlah bahan makanan seperti daging sapi, ayam, kambing hingga umbi-umbian.

Tumpukan makanan ini ditutup lagi dengan batu panas hingga matang. Bakar Batu disimbolkan sebagai bentuk rasa syukur menyambut bulan Ramadan dan ajang silaturahmi serta saling memaafkan. (rdr-008)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version