JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – PSSI tengah melakukan konsolidasi dengan pemerintah terkait keputusan Federasi Sepakbola Internasional atau FIFA yang membatalkan drawing Piala Dunia U-20 2023 di Bali pada 31 Maret 2023.
Pembatalan ini dilakukan FIFA menyusul beberapa penolakan keikutsertaan Israel dalam ajang dunia tersebut. PSSI pun dikatakan Anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga akan menggunakan berbagai skema untuk melobi FIFA.
“Pak Erick Thohir selaku Ketua PSSI dan juga LOC sedang koordinasi dengan Kemenlu sebagai penanggung jawab diplomasi dan Kemenpora yang berpayung menjadi INAFOC (Indonesia FIFA U-20 World Cup Organizing Committee) sebagai penyelenggara event. Beliau akan melaporkan ke Presiden, proses-prosesnya dan mencari solusi yang terbaik untuk menyelamatkan sepak bola indonesia yang kita cintai,” kata Arya di Jakarta, Minggu (26/3/2023) dikutip dari infopublik.id.
PSSI diakui Arya belum mendapatkan surat resmi dari FIFA, akan tetapi pesannya jelas, bahwa dibatalkan.
“Kami berharap dan memohon pencinta sepak bola indonesia yang ingin sepak bola maju tetap tenang. Kami mencoba mencari solusi dan berbicara dengan FIFA dalam waktu dekat. Karena kekhawatiran kita dikucilkan dalam ekosistem sepak bola dunia,” kata Arya yang juga merupakan Staf Khusus Menteri BUMN itu.
PSSI tidak berani berandai-andai soal bagaimana status Indonesia sebagai tuan rumah, usai batalnya pengundian.
“Kita belum berani berbicara persentase karena dengan dibatalkannya drawing ini kemunduran atau sebagainya. Penetapan grup sudah berubah. Kita tidak tahu bagaimana kondisi terkini. Pastinya, Pak Erick akan lakukan diplomasi pendekatan ke FIFA,” katanya.
Sementara berkaitan dengan bagaimana posisi pemerintah menyikapi perkembangan terkini, Arya memastikan pemerintah mendukung berbagai upaya yang ditempuh PSSI.
“Kami dari PSSI sebagai penyelengagra tetap jalan. Yang terjadi saat ini pemerintah daerah yang tidak bisa menerima dan menjamin penyelenggaraan itu. FIFA mungkin melihat hal tersebut. Menyangkut kejelasan drawing, kami akan segera bertanya ke FIFA. Yang pasti ke FIFA, belum menyampaikan waktu dan tempat yang baru. Kita belum bisa jawab,” katanya.
Arya juga menegaskan bahwa tidak mungkin PSSI atau LOC menerima usulan yang meminta ke FIFA, agar Israel bertanding di Singapura demi menjaga situasi politik dalam negeri kondusif.
“Masalahnya pengajuan sebagai tuan rumah sejak awal hanya satu negara. Jadi, pasti ditolak jika Indonesia mengajukan Singapura sebagai tempat bertanding bagi Israel. Prosesnya juga bakal panjang. Kalau itu mau dilakukan semestinya sejak awal, dilakukan melibatkan 2 negara, bukan di tengah-tengah atau di ujung,” katanya.
Ditanya terkait potensi hukuman sanksi, Arya pun tidak mau berandai-andai. “Kita yang mengajukan. Kita melanggar sendiri kesepakatan yang diteken saat mengajukan. Pada 2019 kita bersepakat dengan FIFA, kemudian tiba-tiba di pengujung kita minta macam-macam. Ini jadi sebuah pelanggaran. Bentuknya apa belum bisa diketahui. Indonesia pernah mengalaminya pada 2015 lalu. Dampaknya sangat besar, Timnas Indonesia tidak bisa berlaga di pentas internasional. Kompetisi kita yang semestinya terafiliasi ke dunia internasional mandek. Salah satu yang membuat Indonesia turun ranking karena sanksi FIFA. Kita tentu tidak ingin hal itu terulang lagi. Semua opsi akan dilakukan Pak Erick untuk melobi menghindari sanksi,” ucap Arya.
Sementara itu, Pengamat Sepak bola nasional, M.Kusnaeni berharap pemerintah dan juga PSSI maupun LOC segera berkonsolidasi menyelesaikan sederet persoalan yang menjadi perhatian FIFA.
“Kita berharap semoga FIFA tidak melakukan pembatalan penujukkan Indonesia sebagai tuan rumah. Pembatalan drawing merupakan peringatan awal. Apa yang perlu lakukan? Segera konsolidasi dan bereskan PR yang ada. Karena saya melihat tidak hanya masalah Israel saja yang jadi perhatian FIFA, tapi juga berkaitan dengan infrastruktur. Mereka saya yakin berharap Indonesia bisa sukses menjadi tuan rumah,” katanya.
Jika terkena sanksi, lanjutnya, sepak bola Tanah Air bakal terdampak. Para pemain terbaik negeri akan kehilangan kesempatan bersaing di pentas internasional. Pada periode 2015-2016 Indonesia pernah merasakan pahitnya sanksi dari FIFA, dikucilkan dari pentas internasional.
Gara-gara dilarang berkiprah di ajang resmi, ranking Indonesia melorot drastis. Mimpi melihat Indonesia berprestasi makin jauh, karena secara ranking FIFA Tim Merah-Putih terlempar jauh.
Di level domestik pun kompetisi kian sulit mendapatkan sponsor. Perusahaan besar tentu berpikir dua kali untuk berinvestasi ke klub maupun PSSI. Ujungnya jika kondisi makin parah, pelaksanaan kompetisi akan tersendat karena masalah dana.
“Jangan sampai hal itu terjadi. Mimpi buruk buat sepak bola kita. Jangan bermain-main dengan kesepakatan yang sudah dibuat dengan FIFA. Kita jadi host prosesnya mengajukan diri, bukan ujuk-ujuk FIFA yang minta. Taati kesepakatan yang ada. Segera cari air untuk memadamkan kebakaran yang timbul,” tutur Kusnaeni. (rdr)