Keterlibatan perempuan dalam dunia politik sangatlah kurang dibanding kaum laki-laki. Hal ini diakibatkan karena anggapan bahwa perempuan kurang mampu menguasai dunia perpolitikan di banding kaum laki-laki sehingga banyak perempuan enggan untuk berkecimpung di dunia politik tersebut.
Oleh: Syifa Putri Suryafma – Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi, Fisip, Unand
Pada saat sekarang ini tercatat bahwa partisipasi perempuan Indonesia masih dibawah 30 persen. Menurut Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengatakan, berdasarkan data Badan pusat Statistik (BPS) partisipasi perempuan hanya mencapai 21 persen pada tahun 2019.
Hal ini membuat kita sebagai kaum perempuan untuk bisa lebih berkontribusi dalam dunia politik di Indonesia. Sebagai seorang perempuan Indonesia saya sadar bahwa begitu penting berpartisipasi dalam dunia politik baik secara pasif maupun aktif.
Dengan terjun di dunia politik perempuan bisa berkontribusi dan andil dalam memperjuangkan sebuah isu yang pastinya berdampak pada kaum perempuan itu sendiri dan juga menguatkan demokrasi yang senantiasa memberikan gagasan terkait perundang-undangan pro perempuan dan anak di ruang publik.
Dahulunya saya tidak tertarik dengan hal yang berbau politik, terutama untuk mempelajarinya karena bagi saya politik itu kejam dan kotor. Namun, setelah mempejari mata kuliah Komunikasi Politik di kampus saya beserta kuliah umum bersama anggota DPD RI, Alirman Sori, saya menjadi paham bahwasanya politik tidak seperti yang saya fikirkan sebelumnya.
Politik itu adalah jembatan untuk menentukan masa depan bangsa, namun banyak para politisi yang memanfaatkan politik untuk hanya sekedar mencapai tujuan hidup pribadinya seperti dalam memperoleh jabatan dengan suap dan lain sebagainya. Nah, inilah mengapa politik itu dipandang menjadi kotor di mata masyarakat.
Yang kotor itu bukan politiknya, namun orangnya itulah yang mengotori politik tersebut. Makanya banyak sekali masyarakat yang menganggap bahwa politik itu kotor. Jika kita ulik lagi banyak sekali manfaat yang didapatkan dengan adanya politik tersebut. Politik hadir untuk menciptakan sebuah pemerintahan yang baik guna mencapai cita-cita bangsa dan negara.
Munculnya stigma buruk dalam masyarakat terkait politik tersebut menjadikan sangat sedikit perempuan Indonesia terjun dan berkecimpung dalam dunia politik. Banyak dari mereka yang takut masuk ke dalam jurang yang curam nantinya jika berkecimpung di dunia politik.
Padahal tanpa kita sadari keberadaan perempuan disana sangatlah dibutuhkan sekali, sesuai Inpres No. 9 Tahun 2000 dalam berbagai kebijakan publik dan menghasilkan produk hukum yang sensitif gender yang selama ini terabaikan dan banyak menghambat kemajuan perempuan di berbagai sektor kehidupan.
Oleh sebab itu, diperlukan pemahaman prespektif gender dan sensitif gender di kalangan pengambil kebijakan atau badan eksekutif dan lembaga legislatif agar kebijakan-kebijakan dan instrumen hukum yang berbasis pada kepentingan perempuan dapat diwujudkan.
Dengan kurangnya keterlibatan perempuan Indonesia di kancah politik, mendorong pemerintah untuk mewujudkan ketertinggalan tersebut. Pemerintah berupaya menggiatkan pembangunan global yang berfokus pada penekanan urgensi kesetaraan gender berupa pemberian kesempatan yang sama untuk kepemimpinan perempuan di setiap tingkat, terkhusus pada bidang politik daerah maupun nasional.
Sudah saatnya perempuan Indonesia berperan optimal, khususnya menjadi kader-kader politik dalam mengubah kebijakan yang masih didominasi oleh kepentingan laki-laki. Perempuan harus bisa berjuang dengan kompetensi yang dia miliki dalam mengejar ketertinggalannya selama ini.
Karena saya yakin perempuan Indonesia merupakan perempuan yang cerdas dan mampu menyuarakan aspirasi mereka sebagai kaum perempuan yang dahulunya terabaikan. (*)
Nb. Isi diluar tanggung jawab penerbit.