“Bahkan saya mencoba menghitung-hitung yah, jenis rendang itu tidak sampai 100, jika dirunut dari bahan memasaknya saja. Rendang itu ada lokan, daging, ikan, itu jumlahnya tidak sampai 100, memenuhi angka 50 saja tidak cukup,” katanya.
Jika patokan Rendang mencapai 900 jenis yang digunakan oleh William Wongso berdasarkan Nagari yang ada di Sumbar, kata Dian, itu juga tidak tepat.
“Jika dipatok kepada Nagari, saat ini ada 1.083 di Sumbar karena ada pemekaran. Namun, rasanya tidak mungkin 900 (jenis rendang) dalam tempo 2020-2023, ini sebuah fakta yang agak konyol, jika berpatokan kepada Nagari. Di Minangkabau, tidak pernah ada rendang yang berbasis Nagari,” katanya.
Dari sejumlah informasi dan penelitian yang telah dilakukan, kata Dian, jenis Rendang hanya tergabung ke dalam dua kategori, yakni Rendang Darek dan Pasisia.
Rendang Darek merupakan rendang yang lebih tua, lahir dari daerah awal Minangkabau, lazim hadir si Batusangkar, Bukittinggi, Payakumbuh dan sekitarnya.
Ciri khasnya adalah tidak menggunakan rempah kering seperti pala, merica dan lainnya, hanya bumbu segar saja seperti bawang merah, bawang putih dan lain-lain.
Lalu yang kedua Rendang Pasisia, yang mana lahir kemudian dengan citarasa lebih berempah, dengan penggunaan rempah rempah seperti pala, merica dan lainnya.
Rendang Pasisia ini terkenal di daerah daerah Sumbar yang berbatasan dengan laut, khususnya di daerah yang bersentuhan dengan perdagangan dengan bangsa lain sehingga mendapatkan sentuhan rempah lebih bervariasi.
Meski demikian, Dian mengagumi sosok William Wongso yang cukup banyak memberinya ilmu dan memiliki perhatian yang teramat besar untuk kuliner Minangkabau.
“Saya menghormati beliau sebagai guru, namun guru bisa saja tidak tepat, murid juga bisa tidak tepat, tentu kami belajar ke beliau, belajar langsung,” katanya.
Dalam kaidah keilmuan, kata Dian, ketika seseorang tidak tahu, maka harus bertanya kepada yang lebih paham. “Tapi saya sebenarnya dalam hal ini menanti penjelasan, sejelas-jelasnya, supaya kita juga belajar, karena kita tidak tahu,” katanya.
Selain itu, Dian juga menyampaikan rasa hormat sebesar-besarnya dan setinggi-tingginya kepada Dahlan Iskan sebagai tokoh pers Indonesia, eks Menteri dan publik figur yang memiliki massa.
Namun, dirinya juga menyarankan Dahlan Iskan untuk melakukan kroscek dan bertanya terlebih dahulu sebelum mempublikasikan tulisan, karena setiap tulisan yang dikeluarkan Dahlan cenderung dipercayai oleh khalayak luas.
“Orang Minang itu egaliter, yang tak suka mematahkan argumen orang lain, siapapun boleh berbicara, namun berdasarkan kepada apa, itu yang ingin saya tanya kepada beliau,” tutupnya. (rdr-008)