قَالَ الصَّيْمَرِيُّ وَغَيْرُهُ مِنْ أَصْحَابِنَا لَا بَأْسَ بِإِغْلَاقِ الْمَسْجِدِ فِي غَيْرِ وَقْتِ الصَّلَاةِ لِصِيَانَتِهِ أَوْ لِحِفْظِ آلَاتِهِ هَكَذَا قَالُوهُ وَهَذَا إذَا خِيفَ امْتِهَانُهَا وَضَيَاعُ مَا فِيهَا وَلَمْ يَدْعُ إلَى فَتْحِهَا حَاجَةٌ: فَأَمَّا إذَا لَمْ يُخَفْ مِنْ فَتْحِهَا مَفْسَدَةٌ وَلَا انْتِهَاكُ حُرْمَتِهَا وَكَانَ فِي فَتْحِهَا رِفْقٌ بِالنَّاسِ فَالسُّنَّةُ فَتْحُهَا كَمَا لَمْ يُغْلَقْ مَسْجِدُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي زَمَنِهِ وَلَا بَعْدَهُ
“Ashaymari dan ulama madzhab Syafi’i lain berpendapat bahwa tidak mengapa mengunci masjid di luar waktu shalat berjamaah yang dimaksudkan untuk menjaga aset masjid.
Dengan catatan adanya kekhawatiran penyalahgunaan barang masjid dan khawatir akan kehilangan peralatan masjid serta tidak ada kepentingan mendesak lain yang mengharuskan masjid dibuka.
Namun, apabila sama sekali tidak ada kekhawatiran di atas, maka Sunnah hukumnya membuka masjid sepenuhnya seperti halnya Masjid Rasulullah SAW yang tidak pernah dikunci baik pada masa Nabi maupun setelahnya.”
Berdasarkan pendapat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa hukum mengunci masjid tergantung pada situasi dan kondisi sekitar masjid.
Jika kondisi lingkungan sekitar masjid dirasa tidak aman karena maraknya kasus pencurian misalnya, maka mengunci masjid hukumnya boleh-boleh saja.
Akan tetapi, apabila lingkungan sekitar masjid dirasa aman dan berdasarkan pengalaman sebelumnya tidak pernah ada kasus pencurian barang masjid, maka sebaiknya pintu masjid senantiasa dibuka dan tidak perlu dikunci. Wallahu A’lam. (rdr)