PADANG, RADARSUMBAR.COM – Pernyataan anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan beberapa BUMN, termasuk BNI dan BTN, Kamis 9 September 2021 lalu yang menyatakan Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini ibarat memainkan drama Korea (Drakor) menjadi viral. Tak heran, Hotman Paris Hutapea tertarik mengangkatnya dalam acara Hotroom dengan judul “Politik Ala Drakor.”
Pada acara yang disiarkan Metro TV, Rabu (15/9) pukul 20.00 WIB itu Andre Rosiade diundang bersama sejumlah tokoh seperti Faldo Maldini (Stafsus Mensesneg), Aria Bima (politisi PDI P), pakar komunikasi politik Prof Tjipta Lesmana, budayawan M Sobary, pegiat media sosial Eko Kuntadi dan lainnya. Sekitar dua jam acara berlangsung, Andre tetap kukuh menyebut ada dugaan pencitraan ala Drakor yang dilakukan Risma.
“Kami bicara pada acara resmi Komisi VI DPR RI yang dihadiri banyak BUMN. Kami melihat, ini ada unsur dugaan pencitraan. Karena, usulan pemblokiran rekening penerima bansos ini diajukan oleh orang Kemensos. Lalu Bu Risma datang dan marah-marah di sejumlah lokasi agar blokir dibuka,” kata Andre yang juga ketua DPD Gerindra Sumbar itu.
Kata Andre, seharusnya ini tidak perlu terjadi. Apalagi bank-bank yang menyalurkan bansos ini adalah milik pemerintah yang tergabung dalam Himbara (Himpunan Bank Milik Negara). “Jangan lagi ada upaya-upaya menaikkan citra diri, tapi merugikan pihak lain yang juga instansi pemerintah. Sebaiknya dilakukan cara-cara yang elegan,” kata Ketua Harian DPP Ikatan Keluarga Minang (IKM) ini.
Andre Rosiade memastikan, dia tidak ada niat untuk memperkeruh suasana apalagi mencari keuntungan dalam masalah ini. Bukan pula mencari sensasi atau ingin terkenal seperti yang disampaikan host Hotman Paris. Hotman memang sempat menduga Andre Rosiade menjadi orang yang paling diuntungkan dengan viralnya masalah ini.
“Saya tidak mencari popularitas dengan hal ini. Tapi ingin semua saling menghargai. Bank juga tidak punya kepentingan soal memblokir. Selama syarat cukup, pasti dicairkan. Tapi kalau yang meminta orang Kemensos tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa. Jadi, tak perlu mereka pula yang disalahkan oleh Bu Risma,” kata Andre cukup banyak mendapat serangan di media sosial usai acara ini berlangsung.
Politisi PDI Perjuangan yang juga anggota Komisi VI Aria Bima mengaku tak ingin perdebatan drakor ini diperpanjang. Dia juga tak mau menyalahkan koleganya Andre Rosiade yang dianggapnya adik. Karena, kritik dari orang-orang seperti Andre masih sangat penting untuk membangun kebersamaan di Indonesia.
“Saya melihat ada dua hal yang berbeda dalam kemarahan Bu Risma di Sragen dan beberapa daerah lainnya soal pemblokiran dana bansos. Yang dimarahinya adalah lambannya proses dana yang sudah dalam audit BPK, bukan yang belum. Jadi, Bu Risma tak marah karena dana bansos yang ‘pura-pura’ diblokir, tapi hal lain. Soal marah-marah, memang Risma gaya kepemimpinannya seperti itu sejak jadi Wako Surabaya,” kata Aria Bima.
Sementara Faldo Maldini mengaku tidak ingin terjebak dalam polemik pencitraan atau drakor yang disebutkan dalam tema acara. “Kita semua pasti sudah tahu bagaimana Bu Risma, dia memang sering emosional dalam hal-hal teknis. Ya sejak dari Surabaya seperti itu. Yang penting adalah, pekerjaannya tuntas hasilnya baik. Apalagi sudah lebih 97 persen dana bansos ini tersalurkan,” kata politisi PSI ini.
Pakar komunikasi politik Prof Tjipta Lesmana menyebutkan, kemarahan Risma ini sudah berlebihan dan harus dievaluasi. Apalagi dalam budaya ketimuran, cara menegur orang apalagi bawahan bukan seperti itu. “Kalau kita mau memarahi bawahan, jangan di depan umum. Itu tidak betul. Marahi di ruang kerja atau di tempat yang tidak ada orang lain,” kata Tjipta. (*/rdr)