ISLAMI, RADARSUMBAR.COM – Shalat adalah pilar utama dalam Islam. Shalat ibadah yang diwajibkan kepada setiap muslim sebagai bentuk pengabdian kepada Allah SWT.
Shalat bukan hanya sekadar rutinitas, tetapi merupakan sarana untuk menjalin hubungan spiritual yang erat antara manusia dengan Sang Pencipta.
Perintah shalat termaktub dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an, salah satunya dalam Q.S an Nisa [4] ayat 103, Allah mewajibkan shalat kepada setiap orang yang beriman, dan yang memenuhi syarat untuk melaksanakannya, Allah berfirman;
فَاِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلٰوةَ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ قِيَامًا وَّقُعُوْدًا وَّعَلٰى جُنُوْبِكُمْ ۚ فَاِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ ۚ اِنَّ الصَّلٰوةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ كِتٰبًا مَّوْقُوْتًا
Artinya; “Apabila kamu telah menyelesaikan salat, berzikirlah kepada Allah (mengingat dan menyebut-Nya), baik ketika kamu berdiri, duduk, maupun berbaring. Apabila kamu telah merasa aman, laksanakanlah salat itu (dengan sempurna). Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin.”
Abu Al Muzhaffar As-Sam’ani, dalam kitab Tafsir as-Sam’ani, menjelaskan ayat ini menerangkan tentang kewajiban melaksanakan shalat bagi seorang yang mukmin. Adapun shalat itu dikerjakan pada waktu yang sudah ditetapkan kewajibannya.
{إِن الصَّلَاة كَانَت على الْمُؤمنِينَ كتابا موقوتا} قَالَ مُجَاهِد: أَي: فرضا مؤقتا يُؤدى (فِي) أوقاته، وَقَالَ زيد بن أسلم: أَرَادَ بِهِ: فرضا منجما يَأْتِي نجم بعد نجم
Artinya; “[Sesungguhnya salat itu merupakan kewajiban yang waktunya telah ditentukan atas orang-orang mukmin], Mujahid berkata: ‘Artinya: kewajiban yang dijalankan pada waktunya, sedangkan Zaid bin Aslam berkata: ‘Dia bermaksud dengannya: kewajiban yang dihubungkan dengan gerak bintang, satu bintang setelah bintang yang lain.”
Namun faktanya masih ada sebagian orang yang enggan istiqamah melaksanakan shalat 5 waktu. Tentu dengan berbagai alasan atau tidak sedikit orang yang shalatnya masih dalam keadaan bolong-bolong.
Dari perintah melaksanakan shalat 5 waktu, hanya dilaksanakan 2 atau 3 waktu, sedangkan sisanya diabaikan. Misalnya Fulan hanya melaksanakan shalat subuh dan Isya, sedangkan Zuhur, Ashar, dan Magrib tidak shalat, dengan alasan sibuk.
Padahal lewat hadis yang bersumber dari Anas bin Malik, yang diriwayatkan oleh Imam Thabrani, Rasulullah SAW sering menekankan pentingnya menjalankan ibadah shalat dan menyampaikan konsekuensi dari meninggalkan shalat.
Sebagai konsekuensinya, orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka diancam masuk neraka. Dalam konteks ini Rasulullah sering mengingatkan umatnya tentang akibat dari meninggalkan shalat, termasuk kemungkinan mendapatkan hukuman di akhirat.
مَنْ تَرَكَ الصَّلاةَ مُتَعَمِّدا فَقَدْ كَفَرَ جِهاراً
Artinya; “Siapa yang meninggalkan shalat karena sengaja, maka sungguh ia telah kafir secara tegas.”
Untuk itu, shalat yang bolong-bolong atau tidak dilakukan secara rutin dan istiqamah dapat mengganggu hubungan spiritual kita dengan Allah, dan juga akan mendapatkan ancaman di akhirat kelak.
Nah, berikut adalah beberapa tips atau kiat yang dapat membantu agar shalat tak bolong-bolong dan kita dapat membangun konsistensi dalam ibadah ini.
Pertama, shalat tidak hanya dianggap sebagai kewajiban semata, tetapi sebagai kebutuhan. Shalat adalah kebutuhan manusia, kebutuhan jiwa setiap insan. Lebih jauh lagi, shalat juga kebutuhan akal manusia.
Untuk itu, shalat selalu ada dalam setiap agama, meskipun praktiknya berbeda-beda. Shalat akan selalu ada, pasalnya itu adalah perwujudan nyata hubungan manusia dengan Tuhan.
Shalat akan tetap ada dan dilaksanakan manusia, selama tabiat umat manusia belum berubah, yakni tidak luput dari rasa cemas dan harap.
Nah, alangkah buruknya perangai seseorang ketika dipanggil untuk shalat, tetapi tidak memenuhi panggilan-Nya, kecuali saat ia butuh.
Lebih jauh lagi, shalat sejatinya bukan sekadar gerakan rukuk, sujud, dan berdiri semata, wajar saja Allah menyindir orang yang shalat yang hanya melakukan gerakan semata.
Allah dalam Q.S al Ma’un [107] ayat 4, bahwa celaka orang yang shalat. Lantas siapa mereka? Yaitu itu orang yang lalai dalam shalatnya. Lalai dalam hal ini adalah orang yang tidak khusyuk.
Untuk itu, Allah mengatakan kita diwajibkan menegakkan shalat, bukan sekadar melakukan gerakan-gerakan semata. Tegak artinya, bukan hanya sah saja, tapi usahakan khusyuk. Karena itu adalah kunci dalam shalat.
Kedua, menyadari bahwa shalat kesempatan curhat dan dekat dengan Allah SWT. Dalam Islam, Shalat merupakan salah satu bentuk ibadah yang memiliki makna mendalam dan spiritualitas yang tinggi.
Ibadah ini tidak hanya menjadi tanda ketaatan kepada Allah, tetapi juga menjadi cara untuk menjalin hubungan langsung antara hamba dan Sang Pencipta.
Salah satu aspek yang membuat shalat begitu suci dalam Islam adalah fakta bahwa ibadah ini diturunkan secara langsung oleh Allah kepada Nabi Muhammad di malam Isra dan Mikraj.
Peristiwa penurunan pertama mengenai kewajiban shalat terjadi pada Malam Isra dan Mi’raj, ketika Nabi Muhammad diberangkatkan oleh Allah untuk melakukan perjalanan malam dari Masjidil Haram di Makkah ke Masjid al-Aqsa di Yerusalem, dan kemudian naik secara luar biasa ke Sidratul Muntaha.
Di dalam perjalanan tersebut, Nabi Muhammad menerima instruksi langsung dari Allah untuk mempersembahkan shalat.
Ini merupakan titik awal di mana shalat menjadi kewajiban bagi seluruh umat Muslim. Untuk itu, penurunan shalat langsung dari Allah kepada Nabi Muhammad menjadikan shalat sebagai ibadah yang sangat istimewa dan berharga.
Ibadah ini bukanlah sekadar kewajiban fisik, tetapi juga merupakan cara untuk menyucikan jiwa, mendekatkan diri kepada Allah, dan merenungkan kebesaran-Nya.
Melalui shalat, umat Muslim mengalami momen intim dengan Sang Pencipta, mengakui ketergantungan mereka kepada-Nya, dan memohon petunjuk serta ampunan.
Syekh Sulaiman bin Umar al-Jamal, dalam kitab Futuhat al-Wahhab bi Taudihi Sayrh Manhaji at-Tullab, jilid 1, [Beirut, Darul Fikr: tt], halaman 263 mengatakan shalat adalah ibadah yang agung, yang diberikan Allah langsung pada Rasulullah.
Shalat juga ibadah yang suci, dan harus dilaksanakan dalam keadaan suci. Rahasia keagungan shalat ini, dimaksudkan agar manusia dan malaikat mengetahui keagungan dalam shalat.
وَمِنْ شَأْنِ الصَّلَاةِ أَنْ يَتَقَدَّمَهَا الطُّهْرُ نَاسَبَ ذَلِكَ أَنْ تُفْرَضَ فِي تِلْكَ الْحَالَةِ وَلِيَظْهَرَ شَرَفُهُ فِي الْمَلَأِ الْأَعْلَى
Artinya; “Salah satu hal yang penting dalam salat adalah bahwa ia harus diawali dengan kesucian. Hal ini sesuai karena salat diwajibkan dalam keadaan suci. Dan ini juga untuk menunjukkan kemuliaan shalat dapat terlihat di hadapan para malaikat.”
Ketiga, shalat adalah self control seorang muslim. Sejatinya, melalui shalat seorang Muslim diharapkan akan lebih dekat dengan Allah, memiliki kesadaran spiritual yang lebih tinggi, dan mengembangkan sikap moral yang baik.
Shalat juga membantu menjaga kedisiplinan dan pengendalian diri, serta mengingatkan umat Muslim untuk senantiasa berbuat baik dan menghindari perilaku yang buruk.
Untuk itu, dalam Islam shalat memiliki berbagai makna dan manfaat, termasuk dalam mencegah perbuatan nahi dan munkar.
Dalam konteks mencegah nahi dan mungkar, shalat juga dapat membantu seseorang menjadi lebih peka terhadap kebutuhan sosial dan moral masyarakat di sekitarnya.
Seorang Muslim yang rajin melaksanakan shalat diharapkan akan lebih cenderung bertindak untuk mencegah tindakan buruk, mempromosikan kebajikan, dan berkontribusi positif dalam masyarakat.
Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Q.S al Ankabut [19] ayat 45, Allah berfirman;
اُتْلُ مَآ اُوْحِيَ اِلَيْكَ مِنَ الْكِتٰبِ وَاَقِمِ الصَّلٰوةَۗ اِنَّ الصَّلٰوةَ تَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ ۗوَلَذِكْرُ اللّٰهِ اَكْبَرُ ۗوَاللّٰهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْنَ
Artinya; “Bacalah (Nabi Muhammad) Kitab (Al-Qur’an) yang telah diwahyukan kepadamu dan tegakkanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Sungguh, mengingat Allah (salat) itu lebih besar (keutamaannya daripada ibadah yang lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Menurut Abdul Karim ibn Hawazin Qusyairi al-Naisaburi dalam kitab Tafsir Lataif al-Isyarat, Jilid 3, shalat dalam Islam memiliki banyak manfaat, termasuk mencegah diri dari melakukan perbuatan yang dilarang Allah.
Shalat memiliki self control, yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kemuliaan. Ia berkata;
ويقال بل الصلاة الحقيقة ما تكون ناهية لصاحبها عن الفحشاء والمنكر فإن لم يكن من العبد انتهاء فالصلاة ناهية على معنى ورود الزواجر على قلبه بألا يفعل، ولكنه يصرّ ولا يطيع تلك الخواطر.
Artinya; “Dan dikatakan bahkan shalat yang sejati adalah yang mampu mencegah pelakunya dari perbuatan keji dan mungkar. Jika seorang hamba tidak mencapai tingkat pencegahan ini, maka shalat masih memiliki fungsi sebagai pengingat bahwa larangan-larangan itu ada di dalam hatinya, meskipun ia masih melawan dan tidak taat terhadap pikiran-pikiran buruk tersebut.”
Lebih lanjut, jika seorang yang shalat tidak mampu mengendalikan dirinya pada keburukan, misalnya ia tetap melakukan korupsi, mencuri, dan membuat keresahan di tengah umat, maka shalatnya baru sebatas ritual rutin saja, tanpa menyentuh makna substansial dari perintah shalat.
ويقال بل الصلاة الحقيقية ما تنهى صاحبها عن الفحشاء والمنكر. فإن كان- وإلا فصورة الصلاة لا حقيقتها ويقال الفحشاء هي الدنيا، والمنكر هو النّفس.
Artinya; “Dan dikatakan, Bahkan, salat yang sejati adalah yang mencegah orang yang melaksanakannya dari perbuatan keji dan kemungkaran. Jika demikian – jika tidak, maka salat hanyalah sebuah ritual tanpa hakikatnya. Dan dikatakan bahwa Perbuatan keji adalah dunia, dan kemungkaran adalah nafs (jiwa yang cenderung kepada keburukan).” [halaman 99]. (rdr/nu)