JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Faisal, salah satu pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah mengabdi di lembaga antirasuah selama 15 tahun kecewa dengan sikap pimpinan yang memecat 57 pegawai tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK). Faisal menjadi salah satu dari 57 pegawai tersebut.
Faisal menyebut, pemecatan yang dilakukan pimpinan KPK terhadap pegawai sangat kejam. Menurut dia, tindakan yang dilakukan pimpinan seperti orangtua yang mengusir anak kandungnya sendiri.
“Pimpinan KPK secara kejam telah menggusur kami. Mereka telah buta-hati mendepak anak kandungnya sendiri. Atau, sejak awal barangkali kami memang dianggap anak haram. Sebuah perangai yang bengis dan semena-mena, bahkan, sampai titik tertentu sudah biadab,” ujar Faisal dalam keterangannya, Minggu (19/9/2021).
Menurut Faisal, tindakan pimpinan KPK sangat bengis lantaran tak menghiraukan hak asasi manusia (HAM) para pegawai. Menurut dia, tidak menghormati HAM yang dimiliki pegawai menunjukkan bobroknya penghormatan terhadap martabat manusia oleh KPK. “Bengis, karena KPK tak menghiraukan HAM ke-57 pegawai KPK. Kami memiliki HAM, karena kami manusia. Sekali lagi, karena kami manusia,” kata dia.
Apalagi, pemecatan terhadap pegawai sangat bertentangan dengan temuan dari Komnas HAM dan Ombudsman yang menyatakan proses TWK bermasalah. Namun menurutnya, pimpinan tak peduli dengan temuan dua lembaga negara tersebut. “KPK secara kejam dan tuna belas-kasihan acuh kepada martabat kemanusiaan kami. KPK tak mengakui HAM kami, di mana kami disudutkan sebagai pihak yang lemah, terancam, tak dapat membela diri, tak berguna,” kata dia.
Dia bahkan menyebut pimpinan KPK biadab lantaran memecat tanpa mereka membuat suatu kesalahan layaknya perusahaan memecat pegawai. Dia menyebut, argumen pemecatan pimpinan KPK terhadap pegawainya tak bisa dijadikan dasar sebagai pemecatan.
Dia pun menyinggung Gerakan 30 September 1965. “Kami dimatikan secara terburu-buru dan sadis. Bagaikan kelakuan immoral dan brutal orang-orang Gerakan 30 September 1965,” kata Faisal.
Sementara itu, pimpinan KPK telah melakukan pembahasan pemecatan 57 pegawai yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Surat keterangan pemberhentian dengan hormat sendiri telah dilayangkan dan tertera resmi pada 30 September 2021.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, hal ini menindaklanjuti putusan MK dan MA. “Kami pada tanggal 13 September menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA) tersebut melakukan koordinasi,” kata dia di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis 15 September 2021.
Menurut Ghufron, pihaknya memilih berkoordinasi dengan Kemenpan RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) usai MA dan MK mengeluarkan putusan terkait gugatan pelaksanaan TWK. “Kami ingin memberikan keputusan berdasarkan hukum yang kuat,” jelas dia.
Hasil koordinasi tiga instansi tersebut, lanjut Ghufron, menyatakan bahwa pemecatan bisa dilakukan di akhir bulan September 2021. Selain itu, dibahas juga terkait pelantikan 18 pegawai yang lolos pelatihan bela negara, dan tiga orang yang akan melakukan TWK susulan. “Maka kemudian kami keluarkan SK sebagaimana hasil-hasil dari koordinasi dengan pemerintah tersebut,” kata Ghufron.
Lebih lanjut, Ghufron membantah bahwa pihaknya melakukan percepatan pemecatan 57 pegawai KPK. Dia menyatakan kebijakan tersebut masih sesuai dengan aturan perundang-undangan. “Jadi bukan percepatan, tapi memang dalam durasi yang dimandatkan oleh undang-undang,” kata Ghufron. (liputan6.com)