JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Akademisi Institut Teknologi Sumatra (Itera) Lampung menilai tracing atau pelacakan sumber pencemaran limbah hitam harus segera dilakukan instansi terkait. Hal ini dikarenakan sebaran limbah hitam tersebut sangat luas di Pesisir Teluk Lampung dan Teluk Semaka.
Kepala Pusat Riset dan Inovasi Lingkungan Hidup dan Sanitasi Itera Lampung Dion Afwa mengatakan, pelacakan tersebut mutlak dilakukan untuk mengetahui dari mana sumber pencemaran itu berasal. “Tracing, penelusuran, kira-kira darimana ini sumbernya,” kata Dion saat dihubungi, Senin (20/9/2021).
Dion yang juga dosen di bidang lingkungan ini menambahkan, penelusuran sumber limbah ini bisa dilakukan dengan menggunakan permodelan lingkungan melalui penelitian dengan beberapa instrumen yang diukur.
“Ketika tracing ini bisa menggunakan perbandingan kualitasnya bagaimana, daerah sebarannya seperti apa dengan menggunakan permodelan lingkungan,” kata Dion. Lebih lanjut, ketika penelusuran sumber ini sudah dilakukan dengan metode yang tepat, kata Dion, maka potensi sumber pencemaran bisa diketahui. “Apakah (berasal) dari offshore ataukah onshore. Semua bisa diketahui setelah tracing dilakukan,” kata Dion.
Dengan demikian, ketika sumber pencemaran sudah diketahui maka bisa dilakukan upaya pemulihan lingkungan yang tercemar. “Isolasi sumber ini, misalnya jika sumbernya dari offshore, apakah dengan alat skimer dalam satu zona supaya tidak tersebar ke laut lepas. Karena jika terlalu luas lebih sulit,” kata Dion.
Karakteristik limbah perlu diketahui Namun, Dion mengingatkan, perlu dipastikan terlebih dahulu kebenaran dan karakteristik dari limbah berwarna hitam itu. “Kita harus tahu dahulu, karakteristiknya seperti apa, apakah benar bahan berbahaya atau B3 atau hanya sedimen biasa,” kata Dion. Untuk itu, Dion berharap para instansi terkait bisa bergerak cepat memastikan limbah berwarna hitam itu. Karena, apabila benar limbah berwarna hitam itu adalah beracun dan berbahaya, maka tingkat toksisitasnya akan cukup tinggi.
“Sangat berbahaya bagi biota laut, ekosistem dan juga manusia. Apalagi ada daerah yang merupakan tujuan wisata, tentu sangat berbahaya bagi masyarakat,” kata Dion.
Lima kabupaten terpapar limbah
Sebelumnya, hampir seluruh pantai di pesisir Teluk Lampung tercemar limbah yang diduga aspal. Akibatnya, sepanjang garis pantai pesisir Teluk Lampung di lima kabupaten tercemar limbah berwarna hitam menyerupai minyak, oli dan aspal.
Warga setempat mengatakan, limbah diduga aspal itu sudah empat sampai satu minggu berserakan di bibir pantai. Rahmatullah (Rahmat), warga Pulau Sebesi mengatakan, limbah itu berwarna hitam dan bertekstur menyerupai aspal. “Sudah empat hari itu limbahnya. Warnanya hitam seperti aspal,” kata Rahmat saat dihubungi, Kamis (9/9/2021) petang.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lampung Murni Rizal mengatakan, dari pemantauan sementara tercatat ada lima kabupaten yang pesisirnya ditemukan material limbah. Lima kabupaten itu adalah Pesawaran, Tanggamus, Lampung Selatan, Pesisir Barat, dan Lampung Timur. Menurutnya, daerah yang harus mendapat penangan serius adalah Pesisir Barat di kawasan cagar alam laut. Sebab, berdasarkan informasi Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) panjang cagar alam laut yang tercemar limbah tersebut mencapai 25 kilometer. (kompas.com)