“Memangnya apa yang engkau berikan padaku?” kata pengemis itu menjawab dengan pertanyaan.
“100 dinar,” jawab Ummu Ja’far.
“Tidak mungkin. Setiap hari engkau memberiku adonan roti dan ayam bakar, lalu aku menjualnya ke temanku dengan harga 2 dinar,” jawabnya.
Ummu Ja’far pun merasa terkejut dan menyadari tentang kemurahan Allah pada hamba yang mengharapkan anugerah dari-Nya.
“Begitulah, dia (pengemis pertama) mengharapkan kemurahan Allah. Maka Allah segera memberinya kehidupan yang serba berkecukupan, meskipun dia sendiri tidak punya niat atau rencana seperti itu,” ujar Ummu Ja’far.
Ummu Ja’far pun menegaskan bahwa barang siapa yang mengadukan kefakiran kepada Allah, pasti Allah akan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.
Selanjutnya, dia juga meyakini bahwa takaran rezeki setiap orang tidak akan tertukar. Ketika Allah sudah berkehendak pasti akan terjadi dan jika Allah tidak menghendaki pasti tidak akan terjadi.
Dari kisah tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa mengadukan aneka masalah atau mengharapkan rezeki kepada sesama manusia akan selalu meleset dan tidak sesuai dengan ekspektasi.
Sebaliknya, mengadukan semua keluh kesah hidup kepada Allah, pasti akan mendapatkan solusi dengan cara-Nya yang tidak pernah kita duga sebelumnya.
Kisah ini diungkap Abu Hafs Umar bin Hasan An-Naisaburi As-Samarqandi dalam kitab Nailul Hatsits fi Hikayatil Hadits. (Beirut: Darul Kutub al-Alamiyah, 2001] halaman 62). (rdr/nu)