Peralihan Mobil Konvensional ke Listrik, CEO Toyota: Bakal Kurangi Jutaan Tenaga Kerja di Jepang

"Jepang merupakan negara yang bergantung pada ekspor. Jadi, netralitas karbon sama saja dengan masalah ketenagakerjaan di Jepang"

Proses perakitan mobil yang masih mengandalkan tenaga manusia. (net)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Chief Executive Officer atau CEO Toyota, Akio Toyoda memiliki pandangan pribadi mengenai peralihan industri kendaraan dari konvensional ke listrik. Dia mengatakan, jika dilakukan secara tiba-tiba, maka akan banyak tenaga kerja yang kehilangan mata pencahariannya.

Saat ini, Jepang menjadi salah satu negara di Asia yang gencar mempromosikan mobil listrik untuk mengurangi emisi karbon. Bahkan, pemerintah setempat menargetkan elektrifikasi penuh (full electrification) pada 2050 mendatang. Toyoda menilai, target tersebut bisa berakibat fatal terhadap pengurangan jutaan tenaga kerja di Jepang. Sebab, menurutnya, ambisi pemerintah untuk mencapai netralitas karbon di Negeri Sakura bisa melumpuhkan industri manufaktur.

“Jepang merupakan negara yang bergantung pada ekspor. Jadi, netralitas karbon sama saja dengan masalah ketenagakerjaan di Jepang,” ujar Toyoda, Kamis 23 September 2021.

Lebih jauh, Toyoda secara tak langsung menambahkan, jika pemerintah Jepang sudah ‘bersih’ dari kendaraan konvensional, sementara negara lain masih ramai peminat, maka ekspor pabrikan setempat bakal mengalami penurunan. “Beberapa plitisi mengatakan bahwa kita perlu mengubah semua mobil menjadi EV atau bahwa industri manufaktur sudah ketinggalan zaman, tetapi menurut saya tidak demikian,” terangnya.

Sejauh ini, Toyoda mencatat, Jepang memproduksi sekira 10 juta kendaraan per tahun. Sementara hampir separuhnya dikapalkan ke berbagai negara di dunia. Sejumlah pakar memperkirakan, Jepang bisa memproduksi 8 juta kendaraan bermesin pembakaran internal, termasuk hibrida dan PHEV pada tahun 2030.

“Ini berarti produksi lebih dari 8 juta unit akan hilang, dan industri otomotif berisiko kehilangan sebagian besar 5,5 juta pekerjaan. Jika mereka mengatakan mesin pembakaran internal adalah musuh, kami tidak akan dapat memproduksi hampir semua kendaraan,” tegasnya.

Di samping penentangannya terhadap mobil bertenaga listrik, pihaknya meyakini, mobil hibrida merupakan jembatan penting menuju era elektrifikasi penuh. Kendaraan tersebut bisa menjadi elemen penting saat infrastruktur mobil listrik belum sepenuhnya sempurna. “Untuk mencapai netralitas karbon, musuhnya adalah karbon dioksida, bukan pembakaran internal. Untuk mengurangi emisi karbon dioksida, diperlukan inisiatif praktis dan berkelanjutan yang sejalan dengan situasi yang berbeda di berbagai negara,” kata dia. (viva.co.id)

Exit mobile version