Pola penanganan para korban ustaz cabul tersebut harus digabung, antara penanganan psikiater dan psikolog. Sebab tidak menutup kemungkinan ada korban yang membutuhkan obat-obatan tertentu untuk proses pemulihan. “Jika penanganan tepat, maka si anak akan lebih baik psikologisnya, simpul-simpul potensi dampak buruk bisa diredam,” jelasnya.
Ifada menambahkan tim pendamping juga harus memperhatikan respons dari lingkungan yang ada di sekitar para korban. Sebab dari beberapa kasus, para korban kekerasan seksual justu mendapatkan perlakuan buruk dari lingkungan.
“Karena tidak semua orang bisa memberikan empati kepada penyintas korban pencabulan. Bahkan berpotensi mendapatkan perundungan. Belum lagi kalau ada serangan balik, tudingan pencemaran nama baik dan sebaginya,” kata Ifada.
Psikolog ini mengakui, kasus pencabulan di Trenggalek tersebut menjadi pekerjaan rumah yang besar bagi pemerintah daerah. Mengingat jumlah korban yang cukup banyak. “Jangan biarkan para korban itu seperti api dalam sekam, awalnya kelihatan biasa, tapi ketika sudah dewasa terjadi ledakan konflik. Ini PR besar,” jelasnya.
Sebelumnya, Satreskrim Polres Trenggalek menangkap seorang ustaz, SM (34) warga Desa/Kecamatan Pule, Trenggalek karena telah mencabuli 34 santriwati di salah satu pondok pesantren. Kasus cabul pendidik tersebut terbongkar setelah salah satu korban menceritakan perbuatan pelaku kepada orang tuanya. (rdr)
sumber: Detik.com