ISLAMI, RADARSUMBAR.COM – Setiap tanggal 12 Rabiul Awal, biasanya sebagian besar umat Islam merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai penghormatan terhadap kelahirannya.
Namun, pada kalender 2023 yang beredar di masyarakat, terdapat perbedaan tanggal peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Satu versi kalender menuliskan tanggal merah Maulid Nabi jatuh pada Rabu (27/9/2023), sementara versi lain jatuh pada Kamis (28/9/2023).
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat (Dirjen Bimas) Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin mengatakan, tak ada perubahan peringatan Maulid Nabi SAW 2023. Ini sesuai dengan Surat Keputusan Bersama tentang Hari Libur Nasional 2023, yakni 28 September.
“Kalender Hijriah Indonesia untuk hari libur Maulid Nabi adalah bertepatan dengan tanggal 28 September 2023 (12 Rabiul Awal 1445 H), sesuai dengan SKB hari libur nasional,” kata Kamaruddin dilansir dari Kompas.com, Selasa (26/9/2023).
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW ini menjadi satu-satunya tanggal merah yang ada pada September 2023. Setelah libur ini, tidak ada lagi libur tanggal merah pada Oktober dan November 2023. Libur tanggal merah selanjutnya akan jatuh pada Hari Natal 25 Desember dan cuti bersama pada 26 Desember.
Momen istimewa di kalangan umat Islam ini juga menuai berbagai perbedaan pendapat muncul dalam umat Islam terkait perayaannya. Beberapa umat Islam memandangnya sebagai momen penting untuk mengenang kehidupan dan ajaran Nabi.
Sementara, yang lain merasa perlu merayakannya secara meriah dan ada pula yang tidak sama sekali mengadakan peringatan tanggal tersebut. Perdebatan tentang apakah Maulid Nabi seharusnya dirayakan atau tidak ini mencerminkan keragaman pandangan dalam agama Islam.
Namun, satu hal yang tetap disepakati adalah bahwa Nabi Muhammad SAW adalah figur yang sangat dihormati dan berpengaruh dalam sejarah dan keyakinan umat Islam.
Sejumlah umat Islam enggan merayakan Maulid Nabi karena kurangnya dasar yang kuat dalam sumber-sumber agama mengenai perayaan tanggal 12 Rabiul Awal sebagai hari kelahiran Nabi.
Bahkan, beberapa kelompok dalam umat Islam menganggap perayaan Maulid Nabi sebagai bid’ah (hal yang tidak dilakukan pada zaman Rasulullah) dan melarangnya.
Pandangan ini pun mencerminkan perbedaan pendapat dalam umat Islam mengenai keabsahan perayaan tersebut, di mana sebagian umat merasa bahwa tidak ada landasan agama yang kuat untuk merayakannya. Sementara yang lain mungkin merayakan dengan keyakinan dan tradisi mereka sendiri.
Karena hal tersebut, pengasuh Pondok Pesantren Al-Bahjah, Buya Yahya, menekankan pentingnya merayakan Maulid Nabi sebagai momen gembira untuk menghormati karunia terbesar dari Allah SWT, yaitu kelahiran Nabi Muhammad SAW yang membawa kebenaran bagi manusia.
Baginya, pelarangan peringatan itu adalah sesuatu yang aneh dan mungkin disebabkan oleh salah pengertian. “Pelarangan terhadap peringatan Maulid Nabi itu, merupakan pelarangan yang aneh,” kata Buya Yahya dalam tausiahnya yang diunggah di kanal YouTube Al-Bahjah TV.
Menurut Buya Yahya, Maulid Nabi seharusnya menjadi waktu untuk bersama-sama merayakan Nabi dan mengajak umat untuk memperbarui rasa syukur atas kehadiran Rasulullah SAW.
Ia mengingatkan bahwa Allah memerintahkan kita untuk bersukacita atas rahmat-Nya, sehingga ketika kita menerima berkah, seperti kelahiran Nabi, kita harus bersyukur. Merayakan di sini berarti menghormati Nabi Muhammad SAW.
“Merayakan itu mengangungkan, kalau tidak menganggungkan Nabi keluar dari iman orang tersebut. Harus kita agungkan Nabi. Dan Nabi kita agungkan mulai dari lahir,” ungkap Buya Yahya.
Sementara itu, Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari menyebut, perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di berbagai penjuru dunia merupakan suatu kebiasaan dan tradisi yang sangat mulia.
Semua itu tidak lain selain bentuk cinta dan kerinduan dari setiap umat kepada nabinya. Setiap umat Islam memiliki cara tersendiri dalam merayakan hari kelahiran manusia terbaik sepanjang zaman ini. Banyak kegiatan islam yang dilakukan untuk menyambutnya.
Semua itu tidak lain adalah bentuk kebahagiaan dan syukur seorang umat karena kelahiran panutan dan nabinya. Kendati demikian, ada hal penting yang perlu diketahui dalam perayaan maulid nabi.
“Yaitu larangan agar dalam perayaan tidak berisikan perbuatan-perbuatan maksiat yang justru menodai sakralitas dan kemuliaan hari kelahiran Nabi Muhammad,” sebut KH Hasyim Asy’ari.
Dari beberapa penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa perayaan yang di dalamnya terdapat kemungkaran atau bisa menimbulkan kemaksiatan harus ditinggalkan dan tidak boleh diadakan, karena hal itu pada hakikatnya merendahkan kemuliaan dan keagungan nabi. (dari berbagai sumber)