JMSI Sumbar: Pemilu 2024, Jangan Paksa Masyarakat Berpihak pada Satu Calon

Ketua Bidang Litbang Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Sumatera Barat, Osmon. (Foto: Dok. Istimewa)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Menjelang Pemilu 2024 mendatang suasana politik di Kota Padang sudah mulai memanas, jangan ada oknum penjabat pemerintah dan oknum anggota DPRD tidak mengintervensi masyarakat baik itu Camat, Lurah dan RW/RT untuk menentukan pilihan pada pemilu yang akan datang.

Hal itu dikatakan Ketua Bidang Litbang Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Provinsi Sumatera Barat, Osmon kepada awak media, Kamis (12/10/2023) di Padang.

Menurut pria yang juga pendiri organisasi IKW-RI tersebut, jelang Pemilu suasana politik sudah mulai memanas, itu dibuktikan di lapangan dengan adanya beberapa spanduk-spanduk yang segaja dirusak oleh oknum dari salah satu tim sukses yang sudah sampai ke tahap kecamatan, kelurahan dan RW/RT.

“Kita berharap pemilu tahun 2024 yang akan memdatang bisa berjalan dengan lancar dan damai, sehingga masyarakat bisa bebas menentukan pilihannya sendiri,” katanya.

Dirinya menjelaskan, pemilih tidak mau ada lagi intervensi-intervensi dari kelompok yang mengatas namakan tim sukses dari salah satu calon anggota DPRD, yang melibatkan Camat, Lurah dan RW/RT untuk dipaksakan memilih salah satu calon.

Menurutnya, seluruh perangkat RW dan RT tidak perlu takut kalau ada paksaan. Karena RW dan RT dipilih langsung oleh masyarakat.

“Seluruh perangkat RW dan RT atau perangkat desa sudah diatur terkait netralitas di dalam kegiatan kampanye, paling tidak ada dua undang-undang yang mengatur secara tegas terkait netralitas itu,” terangnya.

Regulasi yang dimaksud adalah Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mengatur kepala desa atau lurah dan perangkat desa.

“Di dalam UU tersebut jelas diatur ada larangan untuk kemudian ikut terlibat dalam berbagai bentuk kampanye,” tambahnya.

Kemudian, lanjut dia, ada pula UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur secara tegas bahwa perangkat desa dan lurah harus menjaga netralitas dalam pemilu.

Adapun sanksi terhadap Kepala Desa dan Perangkat Desa yang melanggar larangan dalam Politik Praktis; UU No. 6 Tahun 2014: Pasal 30 ayat (1) Kepala Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dikenai sanksi administrative berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.  (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Pasal 52 ayat (1) Perangkat Desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dikenai sanksi administratif berupa teguran lisan dan/atau teguran tertulis.  (2) Dalam hal sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan, dilakukan tindakan pemberhentian sementara dan dapat dilanjutkan dengan pemberhentian.

Sementara UU No. 7 Tahun 2017: Pasal 490 Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00  (dua belas juta  rupiah).

Pasal 494 Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas  juta  rupiah). (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version