Dwikorita menegaskan, kepemilikan teknologi yang mumpuni dapat meminimalisir risiko bencana akibat perubahan iklim yang dihadapi. Dicontohkan Dwikorita, bagaimana BMKG berperan sebagai penyedia informasi dan data cuaca dan iklim.
Lewat data dan informasi tersebut, daerah-daerah bisa melakukan berbagai langkah pencegahan, mitigasi ataupun pengurangan risiko bencana, sebelum bencana terjadi.
Maka dari itu, Dwikorita menegaskan bahwa World Water Forum(WWF) yang akan dilangsungkan di Bali pada 18-24 Mei 2024 mendatang dapat menjadi momentum kolaborasi dalam upaya untuk menutup kensenjangan antar bangsa, untuk lebih dini dalam mengantisipasi krisis iklim dan krisis air, baik secara global ataupun regional dan lokal.
Menurutnya, untuk mengantisipasi krisis air yang akan terjadi, butuh keterlibatan berbagai pihak, diantaranya Pemerintah, akademisi/ilmuwan, pihak swasta, masyarakat dan media.
Dwikorita menerangkan, WWF menjadi satu-satunya forum air global terbesar di dunia yang membahas isu air global melalui 3 proses yang terintegrasi.
Yaitu proses tematik (berbasis sains), proses regional (yang memperhatikan berbagai faktor atau keunikan lokal dan regional), serta proses politik yang sangat penting dalam mewujudkan kebijakan publik yang mengikat secara hukum, yang ditetapkan berdasarkan input dari Proses Thematic (Science-based) dan Proses Regional.
WWF mengeksplorasi enam proses tematik penting, yakni water security and prosperity, water for human and nature, disaster risk reduction and management, governance, cooperation, and hydro-diplomacy, sustainable water finance, and knowledge and innovation.
Pada proses regional nantinya akan membahas mengenai pengelolaan air berdasarkan kebutuhan kawasan yang meliputi Mediterania, Asia Pasifik, Afrika, dan Amerika.
Sedangkan pada proses politik akan berdiskusi mengenai permasalahan air global dengan para pemimpin dari berbagai level mulai dari head of states, ministerials, parliamentarians, basin authorities, hingga otoritas lokal.
“BMKG berharap, dalam forum WWF nanti, Indonesia dapat mendorong peningkatan kesetaraan, keadilan antar seluruh negara di dunia dalam menghadapi krisis akibat perubahan iklim melalui kolaborasi penguatan kapasitas berbasis sains dan teknologi yang blended atau terintegrasi dengan kearifan lokal,” tutupnya. (rdr/rel)