JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Petinggi Partai Demokrat Andi Arief menyebut Yusril Ihza Mahendra pernah mematok tarif Rp100 miliar untuk menjadi kuasa hukum menghadapi kubu Moeldoko. Kala itu, Demokrat tidak mampu sehingga memakai jasa pengacara lain.
Andi menyampaikan itu lewat akun Twitter pribadinya, @andiarief_ pada Rabu (29/9). “Kami cuma tidak menyangka karena Partai Demokrat tidak bisa membayar tawaran anda 100 miliar sebagai pengacara, anda pindah haluan ke KLB Moeldoko,” kata Andi.
Saat dihubungi, Andi menjelaskan bahwa Demokrat sempat mengajak Yusril menjadi kuasa hukum pada April lalu. Demokrat dibantu oleh Yusril karena berkenaan dengan demokrasi. Namun, akhirnya kerja sama batal terjalin karena Demokrat tak mampu membayar Rp100 miliar yang diminta Yusril.
Namun Yusril belum merespons untuk mengklarifikasi tudingan Andi Arief. Kini, Yusril menjadi kuasa hukum empat kader Demokrat yang pro pada Moeldoko. Empat kader itu mengajukan gugatan uji materi AD/ART Demokrat ke Mahkamah Agung. Empat kader yang dimaksud sudah dipecat Agus Harimurti Yudhoyono lantaran hadir dalam Kongres Luar Biasa ilegal yang menetapkan Moeldoko menjadi ketua umum.
Terkait ini, Yusril sebelumnya telah merespons. Namun ia tak menjawab lugas ihwal bayaran Rp100 miliar untuk menjadi kuasa hukum empat kader Demokrat kubu Moeldoko. “Seperti kata Pak SBY “Saya Prihatin” dengan kabar simpang siur itu. Namanya aja kabar burung dan kabar angin,” kata Yusril.
Yusril menganggap tidak etis membicarakan hal-hal seperti itu di hadapan publik karena menyangkut hubungan antara seorang advokat dengan klien.
Yusril menegaskan bahwa advokat bekerja semata-mata sebagai penegak hukum yang berdasarkan UU Advokat dan Kode Etik Advokat. “Lagipula, hal bayar membayar itu selamanya akan menjadi rumors dan bahan gunjingan. Disebut berapapun orang tidak akan percaya. Jadi biarkan saja keadaannya seperti itu,” kata dia.
Sementara itu, Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika Partai Demokrat kubu Moeldoko, Saiful Huda mengklaim Yusril Ihza Mahendra tidak mendapat bayaran untuk menjadi kuasa hukum terkait gugatan ke Mahkamah Agung. “Sangat tidak mungkin, karena Yusril bukanlah kuasa hukum dari Pak Moeldoko juga bukan kuasa hukum dari DPP Partai Demokrat KLB,” kata Huda.
Huda menegaskan bahwa Yusril dan Demokrat Moeldoko menempuh jalan berbeda. Ia mengatakan Demokrat Moeldoko mengajukan gugatan ke PTUN, sementara Yusril menggugat AD/ART Demokrat ke MA. “Jadi berbeda tujuannya,” kata dia. (cnnindonesia.com)