Oleh:
Erizal – Pengamat Politik
Prabowo itu sudah ikut Pilpres sebanyak tiga kali. Dan ketiganya, kalah. Ini kali keempat. Seharusnya, kali keempat ini tak kalah lagi. Makanya, Prabowo tak akan buru-buru. Atau seperti koncek. Terkejut melompat, terkejut melompat.
Karena itu, mustahil Prabowo itu bingung, panik. Ia paham betul kurenah Pilpres ini. Paham, sebenar-benarnya paham. Detail, sedetail-detailnya detail. Koalisinya pun dibuat sesolid mungkin. Semua dilibatkan. Setara.
Ikut ke kiri, sudah. Kiri jauh pula. Ikut ke kanan, juga sudah. Kanan jauh, sejauh-jauhnya. Kini, pilih di tengah-tengah. Ikut partai-partai tengah. Indonesia itu memang, di tengah. Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, politik bebas aktif; semua tengah.
Prabowo dikenal sebagai tentara tempur, bukan tentara pemikir atau tentara politik. Ia punya pengalaman bertempur yang cukup memadai. Terkenal keras, karena itu. Bahkan, dirumorkan mencekik Wamen. Dipercaya pula. Sial betul ia.
Belakangan, Prabowo baru mau belajar politik. Kendati sudah menjadi Ketum Gerindra, sejak didirikan. Belajar langsung pula dari Jokowi. Orang yang sudah ikut empat kali kontestasi, keempatnya menang. Kebalikan dari Prabowo.
Prabowo beruntung menjadi kontestan terakhir yang dinanti. Anies-Muhaimin, Ganjar-Mahfud, sudah mendaftar. Ia sudah bisa memetakan, hingga data-data terakhir. Semua sudah ada di atas meja. Prabowo bisa menyusun formasi tempur paling efektif dan efisien menuju kemenangan. (*)