JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Peredaran berita palsu atau hoaks terkait Pemilihan Umum (Pemilu) di berbagai platform media pada 2023 tercatat naik hampir 10 kali lipat, dari hanya 10 isu hoaks pada 2022 menjadi 89 isu hoaks.
“Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) mencatat bahwa sepanjang 2022 hanya terdapat 10 hoaks Pemilu, namun sepanjang Januari 2023 hingga 26 Oktober 2023 terdapat 98 isu hoaks Pemilu,” kata Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Budi Arie Setiadi, dalam Konferensi Pers: Awas Hoaks Pemilu di kantor Kementerian Kominfo, Jakarta, pada Jumat (27/10/2023) dikutip dari laman infopublik.
Menkominfo Budi Arie mengatakan, agenda Pemilu 2023 sudah semakin dekat, yakni tinggal 109 hari lagi.
Untuk itu, Menkominfo meminta seluruh masyarakat bersiap merespon penyebaran hoaks pemilu yang belakangan ini semakin meningkat, khususnya di berbagai media sosial.
“Catatan kami menunjukkan penyebaran hoaks dan informasi terkait Pemilu paling banyak ditemukan di platform Facebook yang dimiliki oleh Meta Platform. Saat ini kami telah mengajukan take down 454 konten kepada pihak Meta,” ungkap Budi Arie.
Menurut Budi Arie Setiadi, kondisi lonjakan peredaran konten hoaks itu harus menjadi kekhawatiran Bersama.
Sebab, hoaks Pemilu sebagai salah satu information disorder tidak hanya merugikan kualitas demokrasi, melainkan juga berpotensi memecah belah persatuan bangsa.
“Akibatnya pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi dapat terkikis integritasnya serta menimbulkan distrust, ketidakpercayaan antar warga bangsa,” tutur dia.
Dia memberikan contoh beberapa waktu lalu Kementerian Kominfo menemukan disinformasi Prabowo Subianto gagal mencalonkan diri sebagai presiden setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan batas usia peserta capres dan cawapres.
Isu hoaks itu ternyata tidak hanya menyasar para Bakal Calon Presiden (Bacapres) dan Bakal Calon Wakil Presiden (Bacawapres), tetapi juga menyasar reputasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan penyelenggaraan pemilu untuk menimbulkan ketidakpercayaan terhadap Pemilu.
“Contoh lainnya adalah menemukan konten terkait temuan uang palsu di Pandeglang yang akan digunakan untuk membeli suara pada pilpres 2024 dan disinformasi penerbitan surat suara Capres Cawapres 2024, padahal KPU belum melakukan kegiatan penerbitan atau pencetakan surat suara,” tandas Menkominfo. (rdr)