JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) menghasilkan resolusi yang berisi 31 keputusan kuat dan keras, untuk penghentian konflik Israel-Palestina di Jalur Gaza.
“Pesan-pesan yang ada di dalam resolusi itu hampir semua dari kami, merupakan pesan yang paling keras yang pernah dilakukan oleh OKI sejauh ini,” kata Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, dalam pernyataan tertulis yang dirilis usai mengikuti KTT OKI di Riyadh, Arab Saudi, pada Sabtu (11/11/2023) dikutip dari laman infopublik.
Resolusi tersebut, kata Retno, juga menunjukkan kesatuan posisi OKI terhadap situasi di Gaza yang sangat memprihatinkan.
Melalui resolusi tersebut, para pemimpin OKI termasuk Presiden Joko Widodo, mengecam agresi Israel di Gaza dan mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk bertindak menghasilkan resolusi sehingga kekejaman dapat segera diakhiri, bantuan dapat masuk, dan pentingnya mematuhi hukum internasional.
“OKI juga mendesak DK PBB untuk mengeluarkan resolusi guna mengecam perusakan rumah sakit di Gaza oleh Israel,” ujar Retno.
Beberapa forum internasional akan digunakan untuk menuntut pertanggungjawaban Israel antara lain melalui Mahkamah Pidana Internasional atau ICC, dan Dewan HAM.
Dalam resolusi itu, OKI mengecam pemindahan paksa 1,5 juta warga Palestina dari utara ke selatan Gaza, yang menurut Konvensi Jenewa ke-4 merupakan kejahatan perang serta mengecam standar ganda dalam penerapan hukum internasional.
OKI mendorong dimulainya proses perdamaian yang sungguh-sungguh dan genuine untuk mencapai perdamaian berdasarkan solusi dua negara.
“Resolusi juga menolak usulan untuk memisahkan Gaza dari Tepi Barat termasuk Yerusalem Timur, dan menegaskan bahwa Gaza dan Tepi Barat adalah satu kesatuan,” tutur Retno.
Lebih lanjut, melalui resolusi itu, para pemimpin OKI memberi mandat kepada Sekretariat OKI dan Liga Arab untuk membuat joint media monitoring unit atau unit pengawasan bersama media yang akan mendokumentasikan semua kejahatan yang dilakukan oleh Israel.
Resolusi tersebut juga mengaktifkan Islamic Financial Safety Net untuk memberikan dukungan finansial, ekonomi, dan kemanusiaan kepada pemerintah Palestina dan Badan Pekerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina atau UNRWA.
Dalam kesempatan terpisah, seperti dilansir sejumlah sumber, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza menyatakan, sedikitnya 11.078 orang tewas, termasuk 4.324 anak-anak, dan 2. 823 wanita sampai Jumat (10/11/2023).
Selain itu, dilaporkan sedikitnya 27.000 orang lainnya terluka dan 1270 orang diperkirakan tertimbun di bawah reruntuhan bangunan di Gaza.
Sementara itu, di wilayah pendudukan Tepi Barat, Palestina, korban tewas mencapai 163 orang, 2.100 orang terluka, serta 1.960 orang ditahan oleh Israel sampai Jumat (10/11/2023).
Sedangkan, jumlah warga Israel yang tewas mencapai sedikitnya 1538 orang, termasuk 333 tentara dan 58 polisi, serta 5. 431 terluka.
Seperti dilansir sejumlah sumber, Hamas-gerakan Islam dan nasionalisme Palestina yang menentang pendudukan Zionis- telah meluncurkan ribuan roket dari Jalur Gaza ke Israel dan melakukan serangan langsung ke beberapa lokasi di Israel, Sabtu (7/10/2023).
Hamas mengklaim, serangan dengan nama Operasi Badai Al Aqsa itu untuk mengakhiri pendudukan terakhir di bumi. Serangan itu juga disebut balasan atas tindakan provokatif Israel di situs suci Yerusalem dan terhadap warga Palestina yang ditahan.
Sementara itu, Israel membalas serangan Hamas dengan melancarkan Operasi Pedang Besi. Operasi ini menargetkan infrastruktur Hamas di Jalur Gaza.
Gaza adalah wilayah Palestina yang pernah menjadi bagian dari Kekaisaran Ottoman, sebelum diduduki oleh Inggris dari 1918 hingga 1948, dan Mesir dari tahun 1948 hingga 1967. (rdr)