JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf (Gus Yahya) mengungkapkan bahwa salah satu tujuan diluncurkannya Gerakan Keluarga Maslahat Nahdlatul Ulama (GKMNU) adalah untuk mencegah bahaya dari tren dehumanisasi atau penghilangan hakikat manusia.
Ia menyampaikan keprihatinannya terhadap kecenderungan dehumanisasi yang semakin merajalela, terutama dalam pergulatan kebijakan dan percakapan di media sosial.
Dilansir dari NU Online, Gus Yahya menyebut, manusia sering kali disederhanakan menjadi angka, mengabaikan perasaan, dan akibat dari perlakuan yang tidak semestinya.
“Orang mulai terbiasa membuat pertimbangan berdasarkan angka. Orang lupa bahwa angka itu adalah jumlah manusia-manusia. Manusia-manusia disederhanakan ke dalam angka.”
“Maka di sini, ada ancaman yang serius sekali yaitu kecenderungan dehumanisasi di dalam pergulatan, apalagi pergulatan kebijakan,” ungkap Gus Yahya saat menyampaikan pidato kebudayaan pada pembukaan Muktamar Pemikiran NU 2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Gus Yahya menyoroti bahwa di media sosial, terdapat kecenderungan dehumanisasi, dimana manusia tidak lagi dilihat sebagai individu dengan perasaan, melainkan sebagai angka yang tidak mempedulikan akibat dari perlakuan yang tidak sepantasnya.
“Ini sudah membiasakan dehumanisasi. Saya perhatikan percakapan di media sosial ada kecenderungan dehumanisasi, orang tidak lagi dilihat sebagai manusia, tapi hanya dilihat sebagai angka yang tidak dipedulikan perasaannya bagaimana akibat-akibat yang diterima ketika diperlakukan dengan cara-cara yang tidak semestinya,” kata Gus Yahya.
Dalam menghadapi tren dehumanisasi itu, Gus Yahya kemudian mengambil langkah tegas dengan meluncurkan GKMNU.
“Diantara agenda yang saya bangun secara decisive adalah upaya untuk merespons tren dehumanisasi ini dengan cara yang dulu menjadi tradisi NU. Itu sebabnya sekarang ini PBNU meluncurkan gerakan yang kami sebut Gerakan Keluarga Maslahat NU,” papar dia.
Gus Yahya menegaskan, GKMNU merupakan kegiatan di tingkat desa yang diikuti keluarga-keluarga dengan materi yang menjadi hajat keluarga, mulai dari keagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan lain-lain.
Setiap pekan, terdapat kegiatan serentak dari GKMNU di sekurang-kurangnya 500-2000 desa, melibatkan 7 orang petugas yang disebut sebagai satgas.
Saat ini, jaringan satgas GKMNU sudah tersebar di tiga provinsi yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan rencana pengembangan lebih lanjut.
“Dua minggu yang lalu kita mulai dengan Jawa Barat dan baru minggu kemarin kita lakukan simultan juga dengan Banten dan akan terus kita kembangkan,” tutur dia.
“Kami ingin NU kembali terlibat secara langsung dengan manusia-manusia. Kader NU harus terbiasa berpikir tentang khidmah NU untuk manusia, bukan hanya untuk angka-angka. Ini fundamental sekali dan harus menjadi model aktivisme NU,” tambahnya.
Gus Yahya menekankan bahwa GKMNU bukan hanya sekadar kegiatan, tetapi juga bagian dari upaya NU untuk memiliki kapasitas sebagai pemain strategis dalam berbagai sektor.
Tidak hanya sebagai penerima pasar industri atau politik. Ini dianggap penting untuk memastikan masa depan NU sebagai organisasi yang relevan dan progresif.
“Kita harus memenangkan genuine aspiration dari masyarakat dengan menginternalisasi mindset untuk melihat masyarakat sebagai manusia-manusia. Pemikiran tentang masa depan ini harus menjadi agenda utama,” pungkas Gus Yahya. (rdr/nu)
Komentar