JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – DPR mengesahkan Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) menjadi Undang-Undang. Pengesahan dilakukan dalam Rapat Paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR, Muhaimin Iskandar, pada Kamis (17/10).
Sebelum mengetok palu tanda pengesahan, Muhaimin atau Cak Imin meminta pimpinan Komisi XI yang diwakili Wakil Ketua Komisi XI, Dolfie, menyampaikan laporan hasil pembahasan RUU HPP. Dolfie mengatakan RUU HPP mulai dibahas di Komisi XI pada tanggal 28 Juni 2021 dengan melaksanakan Raker bersama Menteri Keuangan dan Menkumham dengan agenda membentuk Panja RUU tentang KUP.
“Selanjutnya Panja melakukan pembahasan Daftar Isian Masalah (DIM) dengan total DIM berjumlah 497 yang terdiri dari 120 DIM tetap, 26 DIM perubahan redaksional, 351 DIM perubahan substansi, dan 168 DIM usulan fraksi-fraksi yang disisipkan di antara pasal atau ayatnya secara langsung,” kata Dolfie saat rapat paripurna, Kamis (7/10).
“Sementara DIM penjelasan RUU KUP terdiri dari 193 DIM tetap, 4 DIM perubahan redaksional, dan 21 DIM perubahan substansi, sehingga berjumlah 319 DIM,” tambahnya.’
Dolfie mengungkapkan Panja RUU tersebut juga menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan narasumber mulai dari akademisi, praktisi, pakar, hingga pengamat perpajakan. Lembaga yang dilibatkan dalam pembahasannya mulai dari Kadin, Hipmi, Apindo, Asosiasi Ekspor Impor, Asosiasi Pendidikan, Asosiasi Keagamaan, dan Kesehatan, Himbara, Perbanas, Asbisindo, hingga Asosiasi Pedagang Pasar.
Dalam rapat kerja Komisi XI bersama pemerintah, delapan fraksi menyetujui agar RUU HPP segera disampaikan kepada pimpinan DPR untuk disetujui dan ditetapkan sebagai UU pada rapat paripurna. Adapun satu fraksi yaitu PKS belum menerima hasil kerja Panja dan menolak RUU HPP untuk disahkan.
“Namun demikian, sesuai dengan mekanisme pengambilan keputusan sebagaimana diatur dalam ketentuan Peraturan DPR RI nomor 1 tahun 2020 tentang Tata Tertib, Rapat Komisi XI bersama dengan pemerintah memutuskan untuk menyetujui hasil pembicaraan tingkat I terhadap RUU HPP untuk dilanjutkan pada tahap pembicaraan tingkat II dalam rapat paripurna DPR untuk disetujui dan ditetapkan sebagai UU HPP,” ujar Dolfie.
Setelah mendengar penjelasan Dolfie, Cak Imin langsung menanyakan kepada semua fraksi mengenai persetujuan RUU HPP menjadi UU. PKS sikapnya tetap sama, tetapi RUU tersebut tetap disahkan sebagai UU karena semua fraksi lainnya menyetujuinya. “Kepada seluruh anggota dewan apakah RUU tentang HPP dapat disetujui dan disahkan menjadi UU,” tanya Cak Imin yang diikuti ketok palu.
Ada sejumlah perubahan aturan pajak yang akan diterapkan mulai tahun depan. Mulai dari pemberlakuan pengampunan pajak (tax amnesty) jilid II hingga kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 11 persen.
Berikut sejumlah poin-poin dalam RUU HPP yang dirangkum:
Tax Amnesty
Berdasarkan draf RUU HPP yang diterima kumparan, tax amnesty jilid II akan berlaku mulai 1 Januari 2022. Nantinya, wajib pajak bisa menyampaikan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan sejak 1 Januari 1985 sampai 31 Desember 2015 kepada Dirjen Pajak melalui Surat Pernyataan.
Dalam Pasal 6 draf RUU HPP tersebut, wajib pajak bisa menyampaikan surat pernyataan itu kepada otoritas pajak sejak 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022.
“Wajib Pajak mengungkapkan harta bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) melalui surat pemberitahuan pengungkapan harta dan disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak sejak tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan tanggal 30 Juni 2022,” tulis Pasal 6 ayat (1) draf tersebut.
Tarif PPh 35 Persen untuk Pendapatan di Atas Rp5 Miliar
Pemerintah akan menambah layer untuk tarif pajak penghasilan (PPh) orang pribadi. Salah satu ketentuan ini adalah pengenaan tarif PPh sebesar 35 persen bagi orang yang memiliki penghasilan di atas Rp5 miliar. “Tarif pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak orang pribadi dalam negeri sebagai berikut, penghasilan sampai dengan Rp60 juta dikenakan tarif pajak 5 persen,” tulis draf RUU HPP tersebut.
Untuk penghasilan di atas Rp60 juta sampai dengan Rp250 juta akan dikenakan tarif 15 persen, penghasilan di atas Rp250 juta sampai dengan Rp500 juta dikenakan 25 persen, penghasilan di atas Rp500 juta sampai dengan Rp5 miliar dikenakan 30 persen, dan penghasilan di atas Rp5 miliar dikenakan 35 persen.
PPh Badan Tetap 22 Persen
Pemerintah batal menurunkan tarif PPh Badan atau perusahaan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) menjadi 20 persen. Dalam draf RUU HPP, tarif PPh Badan di tahun depan sama seperti tarif tahun ini, sebesar 22 persen. “Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sebesar 22 persen yang mulai berlaku pada Tahun Pajak 2022,” tulis Pasal 17 ayat (1) draf RUU HPP tersebut.
Keputusan itu cukup mengejutkan. Sebab sebelumnya dalam rapat kerja pemerintah dan Komisi XI DPR RI pada Senin (13/9), penurunan tarif PPh Badan menjadi 20 persen masih tertulis di dalam materi.
Tak hanya itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020. Dalam beleid ini, pemerintah menurunkan tarif PPh Badan menjadi 22 persen di tahun 2020 dan 2021. Sedangkan di tahun depan, tarif PPh Badan disebutkan akan turun kembali menjadi 20 persen.
PPN Naik jadi 11 Persen
Tarif PPN akan naik menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Adapun saat ini tarif PPN sebesar 10 persen. Selanjutnya, tarif PPN ini akan kembali naik menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025. Tak hanya itu, pemerintah juga akan menerapkan PPN multi tarif, dari range 5 persen hingga 15 persen.
“Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen,” tulis Pasal 7 ayat (3). (kumparan.com)