Diperiksa KPK, Eks Komisioner KPU Ngaku Belum Pernah Bertemu Harun Masiku

Wahyu juga berharap KPK bisa segera menangkap Harun Masiku agar perkara tersebut tuntas.

Mantan Anggota KPU Wahyu Setiawan berikan keterangan kepada wartawan usai diperiksa penyidik KPK terkait kasus suap Harun Masiku, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/12/2023) siang. (Foto: Dok. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

Mantan Anggota KPU Wahyu Setiawan berikan keterangan kepada wartawan usai diperiksa penyidik KPK terkait kasus suap Harun Masiku, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (28/12/2023) siang. (Foto: Dok. ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat)

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan mengaku belum pernah bertemu dengan Harun Masiku yang kini tengah menjadi buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Saya belum pernah ketemu, sampai sekarang belum pernah ketemu,” kata Wahyu usai diperiksa penyidik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan (Jaksel), Kamis (28/12/2023).

Wahyu mengaku komunikasi dengan Harun selalu diperantarai oleh Agustiani Tio Fridelina.

Lebih lanjut dia mengatakan ada puluhan pertanyaan yang diajukan penyidik lembaga antirasuah dalam pemeriksaan yang berlangsung selama enam jam tersebut.

Wahyu juga berharap KPK bisa segera menangkap Harun Masiku agar perkara tersebut tuntas.

“Saya juga mempertanyakan kenapa KPK tidak segera menangkap Harun Masiku ya kan, KPK kan bisa menangkap saya, kenapa Harun Masiku tidak bisa ditangkap?” ucapnya mempertanyakan.

Dia juga mengaku tidak mengetahui keberadaan Harun Masiku saat ini, dan bahkan bersedia menangkap Harun jika dia tahu keberadaan-nya.

“Kalau saya tahu, saya tangkap lah, mau bantu KPK,” katanya.

Penyidik KPK hari ini memanggil Wahyu Setiawan untuk diperiksa sebagai saksi dugaan suap penetapan anggota DPR RI periode 2019-2024 dengan tersangka Harun Masiku (HM).

Wahyu juga merupakan terpidana dalam kasus yang sama dan saat ini tengah menjalani bebas bersyarat dari pidana 7 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Kedungpane Semarang, Jawa Tengah.

KPK menjebloskan Wahyu ke balik jeruji besi berdasarkan putusan MA Nomor: 1857 K/ Pid.Sus/2021 jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor: 37/Pid.Sus-TPK/2020/PT DKI jo putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor: 28/Pid.Sus-TPK/2020/PN.Jkt.Pst tanggal 24 Agustus 2020 yang telah berkekuatan hukum tetap.

Terpidana Wahyu juga dibebani kewajiban untuk membayar denda sejumlah Rp200 juta dengan ketentuan apabila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Yang bersangkutan juga dijatuhi pidana tambahan berupa pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.

Sebelumnya, amar putusan kasasi terhadap Wahyu adalah menjatuhkan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp200 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun terhitung setelah selesai menjalani pidana pokok.

Meski majelis kasasi menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh tim Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun khusus permohonan pencabutan hak politik dalam menduduki jabatan publik bagi Wahyu telah dipertimbangkan dan diputus sebagaimana permohonan dari tim JPU dalam memori kasasi yang sebelumnya telah diajukan kepada MA.

Dalam persidangan tingkat pertama di Pengadilan Tipikor Jakarta pada 24 Agustus 2020, majelis hakim memutuskan Wahyu divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 4 bulan kurungan.

Majelis hakim pun memutuskan tidak mencabut hak politik Wahyu pada masa waktu tertentu seperti tuntutan JPU KPK.

Kemudian pada 7 September 2020, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menguatkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang menjatuhkan vonis 6 tahun penjara bagi Wahyu atau masih lebih rendah dibanding tuntutan JPU KPK yang menuntut agar Wahyu divonis 8 tahun penjara ditambah denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Putusan banding tersebut tidak menjatuhkan hukuman tambahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik bagi Wahyu selama 4 tahun setelah menjalani hukuman pidana seperti yang dituntut KPK.

Baca juga: Yudi Purnomo yakin KPK bisa tangkap Harun Masiku secepatnya

Sedangkan kader PDI Perjuangan Agustiani Tio Fridelina yang ikut menerima suap Rp600 juta dari Harun Masiku bersama-sama dengan Wahyu divonis 4 tahun penjara.

Dalam perkara ini, Wahyu dan Agustiani terbukti menerima uang sebesar 19 ribu dolar Singapura dan 38.350 dolar Singapura atau seluruhnya Rp600 juta dari kader PDIP Harun Masiku yang saat ini masih buron.

Tujuan penerimaan uang tersebut agar Wahyu dapat mengupayakan KPU menyetujui permohonan Penggantian Antar-Waktu (PAW) Anggota DPR RI PDI Perjuangan dari Dapil Sumatera Selatan 1, yakni Riezky Aprilia kepada Harun Masiku. (rdr/ant)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version