Dinilai Rawan Dipolitisasi, Teddy Alfonso: Sebaiknya Bansos Dicairkan Setelah Pemilu

Banyak yang berpendapat, pendistribusian bansos jelang Pemilu berpotensi bermuatan politis dan ada kecenderungan untuk dipolitisasi.

Tokoh Profesional asal Sumatera Barat (Sumbar), Teddy Alfonso. (Foto: Dok. Pribadi)

Tokoh Profesional asal Sumatera Barat (Sumbar), Teddy Alfonso. (Foto: Dok. Pribadi)

PADANG, RADARSUMBAR.COM – Bantuan sosial (Bansos) merupakan satu bentuk nyata kepedulian dan tanggung jawab sosial Negara kepasa masyarakat yang membutuhkan.

Bansos bukan hanya program atau alokasi dana semata, melainkan sebuah upaya bersama untuk menciptakan keadilan sosial, mengurangi kesenjangan ekonomi, dan memperkuat daya tahan masyarakat.

Hal tersebut disampaikan seorang tokoh profesional Sumatera Barat (Sumbar), yang juga calon legislatif DPR RI dari Dapil I Sumbar, Teddy Alfonso, saat berbincang dengan awak media, Jumat (2/2/2024) siang.

Teddy mengatakan, bansos yang paling umum diberikan adalah bansos ekonomi, yang bertujuan untuk memberikan dukungan finansial kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan dan sesuai persyaratan, seperti anak-anak yatim, lanjut usia (lansia) dan keluarga kurang mampu.

Bantuan ekonomi ini tidak hanya memberikan kelegaan jangka pendek, tetapi juga menciptakan peluang bagi penerima untuk meningkatkan taraf hidupnya melalui pendidikan dan pelatihan,” katanya.

Namun, Teddy mengatakan, belakangan ini, bansos menjadi bahan pembicaraan, terutama momennya dinaikan menjelang pemilu 2024.

“Sejak Covid-19, bansos memang sangat diperlukan. Pada tahun 2020, total jumlah bansos mencapai Rp498 triliun. Anggaran bansos ini cenderung menurun pada tahun 2021 dan 2022, yaitu sebesar Rp468,2 triliun dan Rp460,6 triliun. Namun anehnya, tidak ada masalah serius seperti Covid-19, anggaran bansos 2024 hampir sama besar dengan tahun 2020, yaitu Rp496 triliun,” katanya.

Jumlah tersebut, katanya, bertambah sekitar Rp20 triliun dibandingkan tahun 2023, yaitu Rp476 triliun. “Anggaran bansos ini semuanya sudah disetujui oleh DPR,” katanya.

Yang menjadi masalah, menurut Teddy, pembagian Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebesar Rp11,2 triliun dilakukan pada masa kampanye.

“Dan ini jadi permasalahan serius di tengah masyarakat. Banyak yang berpendapat, pendistribusian bansos jelang Pemilu berpotensi bermuatan politis dan ada kecenderungan untuk dipolitisasi,” katanya.

Ia mengatakan, program populis seperti bansos maupun BLT ini berpotensi untuk dapat mengubah opini dan pilihan politik masyarakat.

Untuk menghindari kecurigaan tersebut, Teddy Alfonso mengusulkan agar pembagian BLT atau bansos dilakukan setelah masa pemilu.

Bagaimanapun juga, katanya, bansos adalah hak rakyat. Setiap warga negara yang membutuhkan berhak memperolehnya.

Selain di sektor ekonomi, bansos juga mencakup sektor pendidikan, seperti program beasiswa dan bantuan pendidikan, membuka pintu akses bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu untuk mendapatkan pendidikan yang layak.

“Ini tidak hanya membantu mengurangi kesenjangan pendidikan, tetapi juga merangsang perkembangan sumber daya manusia yang berkualitas, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan masyarakat secara keseluruhan,” katanya.

Bantuan sosial, katanya, juga mencakup sektor kesehatan, seperti program kesehatan masyarakat, vaksinasi massal, dan akses terhadap pelayanan kesehatan yang terjangkau membantu meningkatkan kesehatan masyarakat secara keseluruhan.

“Namun, keberhasilan bansos tidak hanya tergantung pada sumbangan materi atau dukungan finansial semata. Pentingnya penyelenggaraan program yang efektif, transparan, dan berkelanjutan sangat diperlukan. Melibatkan partisipasi aktif dari masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program bantuan sosial akan memastikan bahwa bantuan tersebut benar-benar mencapai sasaran yang diinginkan,” tuturnya. (rdr)

Exit mobile version