CIBINONG, RADARSUMBAR.COM – Negara Indonesia merupakan negara demokrasi yang prosesnya memerlukan suatu indikator masyarakat yang terdidik serta memiliki tingkat intelektualitas dalam arti terbentuknya warga negara yang sadar dan paham terhadap kebijakan-kebijakan politik dan birokrasi pemerintah yang biasa disebut literasi politik.
Di era pemilihan umum tahun ini, para pemilih pemula lebih banyak mengakses informasi dengan menggunakan media digital.
“Pendidikan politik harus dikemas dengan memanfaatkan media digital yang ada, baik televisi, radio, portal berita, platform sosial media lainnya,” kata Anggota Komisi I DPR RI, Anton Sukartono Suratto dalam kegiatan Ngobrol Bareng Legislator dengan tema ‘Anak Muda Jaga Pemilu Damai’ yang dilaksanakan di Cibinong, Kabupaten Bogor, Sabtu (3/2/2024) siang.
Maka dari itu, katanya, diperlukan himbauan dan sosialisasi kegiatan berbasis politik yang dapat menumbuhkan dan melibatkan peran serta masyarakat di lingkungan pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
“Selain itu, diperlukan penyusunan ulang strategi terhadap himbauan dan sosialisasi yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman dan teknologi,” katanya.
Penyajian informasi yang kaku dan membosankan dengan hanya menggunakan cara-cara konvensional, kata Anton, sudah tidak cocok untuk pendidikan politik di era revolusi industri 4.0.
Ia mengatakan, peran serta anak muda dalam proses pemilihan umum (Pemilu) menjadi kunci penting terselenggaranya pemilu yang aman, damai dan demokratis.
Jumlah penduduk Indonesia berdasarkan kelompok usia pada tahun 2022 (BPS), dimana kategori usia 15 hingga 30 tahun (anak muda) berjumlah 24 persen dari total populasi penduduk.
“Bonus demografi di Indonesia menjadikan anak muda lebih mendominasi memerlukan konsiderasi pentingnya wawasan politik yang berkualitas,” katanya.
Wawasan politik yang berkualitas menjadi bekal terwujudnya peran serta pemuda sebagai agen perubahan yang efektif dalam menyebarkan pesan perdamaian dan menekan potensi konflik selama pemilu.
Data dari Pusat Peneliti Politik LIPI, sekitar 30 hingga 40 persen pemilih dalam pemilu 2019 didominasi oleh kaum milenial.
“Sayangnya, berdasarkan laporan IDN Research Institute, hanya 23,4 persen yang kerap mengikuti berita politik,” katanya.
Namun, persentase kerap mengikuti berita politik ini tidak dinyatakan secara pasti bahwa mengerti atau memiliki wawasan akan politik.
Hal ini didasari oleh sikap penduduk pada kategori usia dewasa awal atau generasi muda yang merasa bahwa politik hanya untuk orang- orang yang sudah dewasa akhir dan lansia awal sehingga memiliki sikap cenderung apatis terhadap persoalan politik.
“Melalui pendidikan politik pada anak muda generasi bangsa, diharapkan timbulnya ide dan inovasi terhadap strategi penumbuhan kesadaran dan wawasan politik yang berkualitas di seluruh lapisan masyarakat,” katanya.
“Melalui peran serta anak muda sebagai agen perubahan maka diharapkan kreativitas dan energi positif yang mereka miliki dapat mendukung terselenggaranya strategi yang telah disusun,” sambungnya.
Selain melalui kegiatan fisik, kata Anton, peran serta anak muda perlu diselenggarakan melalui perkembangan teknologi informasi terutama pada media sosial (medsos).
Diharapkan penggunaan medsos oleh anak muda yang memilki wawasan politik berkualitas dapat menjadi sarana penyebaran pesan perdamaian dan kesadaran politik yang konstruktif terutama dalam menyikapi proses pemilihan umum.
“Tantangan terbesar yang dihadapi oleh anak muda pada saat ini merupakan keterbatasan informasi yang akurat terhadap informasi seputar pemilu dan citra kandidat pemilu,” katanya.
Melalui persebaran informasi oleh siapa saja melalui medsos dan internet, anak muda dapat memiliki persepsi yang salah terkait proses maupun stakeholder pemilu.
Akibat keterbatasan informasi yang akurat serta minimnya keterlibatan anak muda atau bahkan untuk anak muda yang baru pertama kali berkontribusi didalam sebuah sistem politik, akan dapat menimbulkan terjadinya kurang pemahaman dikalangan anak muda.
“Hal ini perlu diantisipasi agar keraguan yang dirasakan oleh anak muda tidak menjadi bumerang yang dimana nantinya dapat menyebabkan hilangnya ketertarikan untuk berkontribusi didalam sebuah ekosistem politik,” tuturnya. (rdr)