CIBINONG, RADARSUMBAR.COM – Anggota Komisi I DPR RI, Anton Sukartono Suratto mengatakan, teknologi informasi dan media digital berperan besar dalam pembentukan opini publik.
Berdasarkan data We are Social Hootsuite di tahun 2023, jumlah pengguna internet dan pengguna media sosial berturut-turut mencapai 77 persen (212,9 juta penduduk) dan 60,4 persen (167 juta penduduk).
Hal tersebut ia sampaikan dalam Forum Diskusi Publik bertajuk ‘Peran Ruang Digital dalam Menjaga Pemilu Damai’ yang dilaksanakan pada Selasa (6/2/2024) siang.
Selain itu, pemanfaatan internet untuk mencari informasi mencapai jumlah 83,2 persen dan pemanfaatan media sosial untuk melihat apa yang ramai dibicarakan sejumlah 51,2 persen.
“Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia telah memanfaatkan internet dan media sosial pada sendi-sendi kehidupan terutama pada pencarian informasi,” katanya.
Pemanfaatan internet dan media sosial sebagai sarana pencarian dan persebaran informasi, katanya, dikenal sebagai ruang digital.
Ruang digital bersifat tidak terpisahkan, yaitu tidak terbatas antar satu negara dan negara lainnya.
“Selain memberikan dampak positif terhadap pertukaran dan persebaran informasi yang cepat dan juga dapat memfasilitasi komunikasi individu tanpa melalui tatap muka, ruang digital berpotensi memberikan dampak negatif seperti penyebaran ujaran kebencian, hoaks hingga radikalisme,” katanya.
Ruang digital yang berkualitas dan aman merupakan tanggung jawab setiap individu di dalamnya untuk menjadi prioritas yang harus dijaga serta ditingkatkan guna menciptakan keberlangsungan ruang digital yang sehat.
Salah satu prioritas dibutuhkannya ruang digital berkualitas dan aman adalah saat proses pemilu.
“Pemerintah Republik Indonesia telah mengambil langkah serius dalam penanganan konten negatif pada internet dan media sosial melalui kolaborasi dengan mesin pencari, media sosial dan media digital lainnya seperti televisi dan radio,” katanya.
Upaya pemerintah itu, seperti penekanan maupun pemblokiran konten negatif pada ruang digital perihal pemilu perlu didukung oleh peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
“Melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan dalam pemilu, akan menciptakan sinergi dalam keamanan dan kualitas yang terjamin pada ruang digital, sehingga dapat memitigasi timbulnya potensi konflik atau ketegangan selama proses pemilihan,” katanya.
Terdapat beberapa tantangan untuk menciptakan ruang digital yang aman demi berlangsungnya pemilu secara damai, di antaranya pemahaman terhadap penyebaran informasi palsu.
“Penyebaran hoaks yang terjadi pada saat ini telah didukung oleh pemanfaatan ruang digital, sehingga bersifat masif dan cepat,” katanya.
Kemudian, polarisasi opini. Perkembangan teknologi informasi membantu para pelaku jaringan pendengung (buzzers), pemengaruh (influencer), koordinator, dan pembuat konten dalam menyebarkan opini mereka dan mempengaruhi opini publik pada ruang digital.
Gangguan Keamanan Digital. Gangguan Keamanan digital merupakan potensi yang mungkin terjadi pada perkembangan teknologi informasi.
“Salah satu gangguan keamanan digital adalah pencurian data pribadi yang berpotensi untuk dimanipulasi, disunting hingga bahkan dapat disalahgunakan,” katanya.
Untuk menciptakan ruang digital yang aman demi berlangsungnya pemilu secara damai, diperlukan tanggung jawab pada lapisan masyarakat, di antaranya adalah masyarakat umum. Masyarakat umum memiliki beragam latar belakang sosial, ekonomi, dan pendidikan.
“Oleh karena itu, diperlukan upaya melalui kampanye penyuluhan dan literasi politik dalam rangka meningkatkan kesadaran dan partisipasi terhadap pentingnya pemanfaatan ruang digital yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan terkait Pemilu 2024,” katanya.
Anak muda dan generasi digital. Anak muda dan generasi digital memiliki tingkat kemampuan teknologi yang tinggi.
“Meskipun demikian, anak muda dan generasi digital seringkali rentan terhadap disinformasi dan etika dalam pemanfaatan ruang digital. Maka dari itu, diperlukan himbauan dan sosialisasi tentang moral, etika dan literasi digital,” katanya.
Anton mengatakan, legislator dan pengambil keputusan memegang peran penting dalam merancang dan menerapkan kebijakan yang memengaruhi keamanan dan integrasi pada proses pemilu.
Kemudian, sambungnya, NGO dan aktivis seringkali menjadi barisan terdepan dalam memperjuangkan hak-hak sipil dan demokrasi, termasuk keamanan dan integrasi di dalam pemilu.
“Diharapkan NGO dan aktivis dapat berpartisipasi meningkatkan himbauan dan bahkan pelatihan yang berfokus pada ancaman keamanan siber terhadap pemilu,” katanya.
Selanjutnya, media dan jurnalis. Media dan jurnalis memiliki peran penting dalam memberikan informasi yang akurat dan objektif kepada masyarakat selama periode pemilu.
Pemilu 2024 akan segera dilaksanakan, selain memilih pemimpin di tingkat nasional, masyarakat juga akan memilih pemimpin di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Pemilu akan menjadi pesta demokrasi terbesar bagi rakyat Indonesia.
“Saya berharap seluruh peserta yang dihadir dalam acara kegiatan hari ini mengajak kepada seluruh elemen masyarakat agar mewujudkan pemilu damai dengan menciptakan ruang digital yang sehat,” katanya.
Selain itu selama berlangsungnya Pemilu tahun 2024 diharapkan agar semua pihak bisa menghindari beragam bentuk kekerasan fisik maupun verbal, termasuk yang terjadi di ruang digital.
“Memanfaatkan ruang digital dengan baik dan santun, secara tidak langsung seseorang akan membangun masa depan yang baik, memiliki adab yang baik dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi,” katanya.
Jika ruang digital aman dan sehat, maka pemilu akan berjalan dengan damai begitu pula sebaliknya pemilu damai maka ruang digital menjadi aman dan sehat.
,Ketua Program Magister Komunikasi Penyiaran Islam Sekolah Pasca Sarjana UIKA Bogor, Dewi Anggrayni mengatakan, masyarakat punya tanggung jawab moril dalam mengawal dan menjaga pemilu ini agar bisa berjalan secara jelas serta tidak ada manipulatif dan damai juga tidak ada konflik.
“Setiap orang pasti mempunyai gawai serta mempunyai dua akun seperti Facebook dan Instagram. Di dalam gawai kita ini, keselamatan negara kita ada di genggaman kita. Karena menggunakan sosmed menjadi acuan suksesnya Pemilu 2024,” katanya.
Dalam menerima informasi yang didapat seperti informasi tentang kegiatan pemerintah yang tidak sesuai atau mengandung unsur negatif, katanya, masyarakat harus mengetahui sumber informasi yang kita terima itu benar atau tidak.
“Ciri-ciri berita atau informasi itu seperti apakah sumbernya valid atau tidak dengan adanya komentar negatif Jangan sampai kita menjadi pengguna media social yang konsumtif, tapi kita harus mampu mengkroscek informasi tersebut,” katanya.
“Kemenangan di medsos merupakan kemenangan yang nyata, faktanya kita pernah tahu melihat legislator blusukan di tengah masyarakat. Sehingga membuat masyarakat tersentuh dan terharu,” katanya.
Masyarakat, katanya, harus mampu mengelola medsos masing-masing dalam memposting baik di Facebook, Instagram serta Twitter.
“Dalam menjaga pemilu damai kita harus membuat konten di media social dengan narasi yang baik, dengan mengajak keluarga atau tetangga untuk membuat konten yang baik,” katanya.
Ia meminta masyarakat harus menyebarkan setelah membuat narasi yang baik dalam membuat konten, untuk menjaga pemilu yang baik.
Pada kesempatan yang sama, Tokoh Masyarakat Kabupaten Bogor, Jawa Barat (Jabar), Dede Chandra Sasmita menilai di dalam masa pemilu kali ini, banyak informasi yang mengandung unsur hoaks.
“Bahayanya produk digitalisasi, yang mana ada dampak positif dan negatif. Informasi-informasi yang bersifat provokasi, menyudutkan, memancing emosional. Maka harus terlebih dahulu dicek sebelum disebarkan.
Hoaks, katanya, dibuat oleh orang jahat. Sehingga, jika ada masyarakat yang membuat berita hoaks atau dalam islam disebut fitnah.
“Hoaks itu disebarkan oleh orang bodoh, serta dipercaya oleh orang dungu. Hoaks itu merupakan cerita bohong dan berita palsu, yang direkayasa seolah-olah mirip dengan yang aslinya,” katanya.
Ia menilai, teknologi digital menjadi bagian yang terpenting. Hampir semua caleg menggunakan medsos, salah satu contoh pengaruh positif digital seperti gambar antara nyata dan di baliho berbeda, sehingga mempengaruhi masyarakat.
“Masyarakat harus waspada terhadap informasi yang tidak bertanggungjawab sehingga sangat mempengaruhi. Maka jangan sampai kita menyebarkannya, karena ada sanksi pidananya,” tuturnya. (rdr)