JAKARTA, RADARSUMBAR.COM-Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohamad Hekal didampingi Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) Gerindra, Andre Rosiade, dan Muhammad Husein Fadlulloh menerima audiensi dari Aliansi Vendor Barata.
Kepada tiga anggota Fraksi Gerindra itu, perwakilan aliansi mengadukan PT Barata Indonesia (Persero) berkaitan dengan belum dilakukannya pembayaran tagihan terhadap ratusan vendor yang telah bekerja sama dengan perusahaan pelat merah tersebut.
“Saat ini kami menghadapi masalah terkait hubungan bisnis dengan PT Barata Indonesia,” kata Koordinator Aliansi Vendor Barata, Irfan dalam keterangan tertulis, Jumat (19/11/2021).
PT Barata Indonesia adalah badan usaha milik negara Indonesia yang bergerak di bidang industri berat. Perusahaan ini mengecor baja untuk dijadikan berbagai macam peralatan, serta menyediakan jasa manufaktur dan EPC. Selain pabrik utama di Gresik, perusahaan ini juga memiliki pabrik di Tegal, Cilegon, dan Medan.
Dalam pertemuan di ruang rapat Komisi VI DPR RI, Kamis (18/11) tersebut, Irfan menceritakan awal mula perkara, yaitu saat PT Barata Indonesia menetapkan skema pembayaran menggunakan fasilitas Supply Chain Financing (SCF). Ketentuan itu tertuang dalam surat PT Barata Nomor 21.19.066 tertanggal 13 Juni 2019 perihal Prasyarat Pembayaran Vendor Mekanisme SCF BSI.
Irfan menjelaskan, dalam proses kerja sama ini, para vendor telah memenuhi semua kewajiban sesuai dengan kontrak dan kemudian mengajukan tagihan pembayaran kepada PT Barata. Namun PT Barata belum juga melakukan pembayaran tagihan. Bahkan saat ini dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap (PKPUT).
Di tengah kondisi tersebut, lanjut dia, para vendor gelisah dengan tagihan pihak BSI terkait pembayaran PT Barata kepada vendor. Atas tagihan tersebut, kolektibilitas para vendor di BI berstatus coll 3. Status coll 3 tersebut disebutnya membuat para vendor kesulitan mengakses fasilitas pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan lain.
“Dalam skema SCF itu, kami kerja lalu tagihan kami dibayar oleh Barata. Kami sudah kerja, itu hak kami. Tapi kenapa saat BSI tidak bisa menagih ke Barata lantas tagihan itu dilayangkan ke kami?” tuturnya.
Menjawab aduan tersebut, Kapoksi Gerindra Andre Rosiade berjanji akan segera berkomunikasi dengan pihak Barata Indonesia dan pihak BSI.
“Insyaallah kami dari Fraksi Gerindra berkomitmen segera menyelesaikan persoalan ini. Begitu bapak keluar dari ruangan ini, kami akan telefon langsung pihak BSI. Tanggal 29 November nanti kami juga akan ke Surabaya untuk bertemu dengan PT Barata dalam kerangka kunjungan Panja Restrukturisasi BUMN. Insya Allah kalau bisa sebelum tahun baru kita bisa selesaikan persoalan ini,” kata Andre.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Mohamad Hekal menyatakan pihaknya punya instrumen untuk memperbaiki kinerja perusahaan-perusahaan BUMN. Di antaranya melalui Panja Restrukturisasi BUMN dan penyusunan Rancangan Undang Undang BUMN.
Dia berharap melalui Panja dan penyusunan RUU BUMN, perusahaan-perusahaan pelat merah bisa berkontribusi positif terhadap perekonomian negara.
“Salah satu latar belakang perumusan UU BUMN itu untuk mempermudah penyelesaian persoalan seperti ini. Kita ingin BUMN bisa bertanggung jawab pada karyawan dan vendor-vendor. BUMN ini kan abangnya para pelaku usaha kecil seperti Bapak Ibu yang selama ini turut bekerja membangun perekonomian nasional. Mudah-mudahan segera ada jalan keluar,” tukasnya. (*)