PADANG, RADARSUMBAR.COM – Dalam acara Leader Cafe XXXIII Semen Padang, sosok Muhammad Agus Samsuddin pun diceritakan dengan gamblang. Di mata keluarga, Agus adalah sosok pemimpin, sekaligus sahabat dan teman bagi ketiga anak-anaknya, Zafirra Amalia, Mumtaz IqbaL dan Khairunisa Izdihar.
“Bapak itu orang yang mudah diajak ngobrol segala macam, curhat dan lain sebagainya. Bapak ini contoh teladan yang baik bagi kami anak-anaknya,” kata Zafirra Amalia, anak sulung Agus.
Berbeda dengan anak keduanya Mumtaz Iqbal. Sebagai satu-satunya anak laki-laki, pria yang akrab disapa Iqbal itu menyebut bahwa ayahnya sosok tegas dan disiplin. Bahkan, untuk membentuk karakter disiplin terhadap dirinya sebagai satu-satunya anak laki-laki, ayahnya pun menyekolahnnya di SMA semi militer. “Di sana semuanya serba teratur, keras dan disiplin,” ujarnya.
“Di tahun pertama saya sekolah di sana, bapak tahu saya tidak betah, tapi bapak tahu kalau saya melewati ini, saya akan jadi orang yang lebih baik secara personal, meskipun ketika itu saya sempat stres, pingin cabut dan pindah. Kemudian, ketika saya kuliah rambut saya gondrong, bapak gak larang, karena bagi ayah, gondrong boleh asalkan pintar, IP tinggi,” imbuhnya.
Bagi Agus, hidup itu pilihan dan pilihannya ada dua, mencoba atau tidak, meskipun mencoba juga ada dua pilihan, yaitu gagal atau sukses. Namun begitu, bagi dirinya pribadi, kesuksesan yang diraih sekarang ini, tidak terlepas dari setiap pelajaran di mana pun dia bekerja. Bahkan 10 tahun di Coca-Cola, ia pun mengalami 7 kali ganti posisi hingga terakhir, menjadi General Manager CoCoa-Cola Makassar.
“Bagi saya ketika menghadapi sesuatu yang sulit, saya tulis kesulitannya. Misalnya orangnya kasar, saya dapat pelajaran sabar yang saya ambil dari orang kasar, kemudian orangnya by pass, kita juga ada dapat pelajaran dari sana. Dan menurut saya, apapun kesulitan yang kita alami harus disikapi positif. Menurut saya, ini adalah best practice yang sederhana,” katanya.
Sebagai seorang leader atau pemimpin, menurutnya yang paling berat itu adalah konsistensi, karena konsistensi menjadi suatu kritikal bagi dirinya. “Beberapa orang mengatakan kita harus fleksibel dengan perubahan, tetapi ada prinsip-prinsip dasar yang tidak bisa dilakukan, dan itu membuat kita tetap kuat, ada value yang diperjuangkan. Ketika value tidak ada, maka leadership itu hambar bagi saya,” ujarnya. (rdr)