JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – PT Indosat Ooredoo Tbk (ISAT) dengan PT Hutchison 3 Indonesia (H3I) akan efektif bergabung atau merger pada 4 Januari 2022. Hal ini merupakan keberlanjutan usai penandatanganan persetujuan merger pada 16 September lalu kemudian diperbaharui pada 20 Desember 2021.
“Tanggal efektif penggabungan, 4 Januari 2022 atau suatu tanggal di kemudian hari pada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia menerbitkan persetujuan atas penggabungan usaha dan penerimaan atas pemberitahuan tentang perubahan komposisi kepemilikan saham Indosat yang mencerminkan pengendalian bersama oleh CK Hutchison Indonesia dan Ooredoo South East Asia,” tulis keterbukaan informasi dikutip Senin (27/12/2021).
Sementara, sebelumnya rancangan penggabungan usaha ini awalnya sudah dipersiapkan pada 16 September dan terakhir diperbaharui pada 24 Desember 2021. Setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Komisaris dari Indosat dan H3I rancangan merger harus disetujui oleh RUPSLB dari kedua perusahaan yang akan dilakukan apda 28 Desember 2021.
Lalu setelah penyelesaian penggabungan, pengendali Indosat akan menjadi Ooredo South East Asia dan CK Hutchison Indonesia. “Rasio pertukaran penggabungan yang disepakati di mana pemegang saham Indosat saat ini akan memiliki 67,40% dari Perusahaan Penerima Penggabungan Usaha dan pemegang saham H3I akan memiliki 32,60% dari perusahaan hasil penggabungan setelah Penggabungan Usaha menjadi efektif,” lanjut informasi tersebut.
Sementara jangka waktu bagi pemegang saham yang tidak setuju dengan penggabungan usaha dan berniat untuk menjual sahamnya pada 5 Januari 2022 hingga 18 Januari 2022. Penyelesaian pembelian kembali saham pada 25 Januari 2021.
Lalu, pihak Indosat menuliskan risiko dilakukannya penggabungan usaha. Pertama, sebagai akibat dari rencana Penggabungan Usaha, H3I dan Indosat dapat merestrukturisasi manajemen dan struktur operasional mereka, meskipun hal ini dapat dilaksanakan secara bertahap.
“Oleh karena itu, belum terdapat kepastian bahwa integrasi tersebut tidak akanmengganggu kegiatan usaha. Selain itu, perusahaan hasil penggabungan dapat menghadapi potensi disharmonisasi dari kombinasi manajemen atau sumber daya manusia baru terkait proses, pelatihan, dan lambatnya pengambilan keputusan,” lanjut perusahaan.
Kedua sinergi yang diharapkan dari rencana penggabungan usaha mungkin tidak dapat tercapai. Ketiga, potensi disharmonisasi dari hilangnya pelanggan umum. Perusahaan hasil penggabungan juga mungkin menghadapi kehilangan pelanggan umum setelah penggabungan usaha dan mungkin menghadapi penurunan pendapatan dan kehilangan pangsa pasar untuk menjalankan beberapa merek.
Keempat, potensi pengunduran diri karyawan. Kelima, sebagai akibat dari dari merger, ada kemungkinan bahwa rasio leverage perusahaan hasil penggabungan dapat meningkat karena biaya integrasi dan peningkatan belanja modal. Biaya pembiayaan perusahaan hasil penggabungan juga dapat meningkat karena rasio leverage yang meningkat. (detik.com)