Jika permintaan dari tiga negara itu berkurang, maka otomatis nilai ekspor RI turun. Dengan demikian, neraca perdagangan berpotensi defisit dalam waktu mendatang.
Lebih lanjut Sri Mulyani menjelaskan dunia memang sedang tak baik-baik saja. Sebab, inflasi terus melonjak di sejumlah negara.
Pemulihan ekonomi dunia setelah dihantam pandemi COVID-19 membuat permintaan di dunia melonjak. Namun, hal itu tak sejalan dengan pasokan barang di global.
Alhasil, harga barang menjadi mahal karena jumlah permintaan lebih tinggi dibandingkan dengan pasokan. Hal itu mendorong inflasi naik di beberapa negara.
Kemudian, perang Rusia-Ukraina memperparah situasi ekonomi global. Sebab, Rusia adalah salah satu produsen energi terbesar di dunia.
Lalu, Ukraina merupakan salah satu produsen pangan dan pupuk terbesar di dunia. Perang itu membuat distribusi pangan dan energi terganggu, sehingga harga barang semakin mahal dan menambah masalah inflasi.
“Perang Rusia-Ukraina, perang di Eropa sebelah sana dampaknya ke seluruh dunia. Krisis pangan, krisis energi,” terang Sri Mulyani.
Indonesia sendiri mencatatkan inflasi sebesar 4,35 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Juni 2022. Angka itu merupakan yang tertinggi sejak 2017 lalu. (rdr/cnnindonesia.com)