Dulu kita boleh saja bangga karena hampir setiap tahun kita selalu mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas rata rata nasional. Itu dulu, sekarang kondisinya sedikit berbeda. Nyaris satu terakhir kondisi sudah mulai berbalik arah. Tanpa kita sadari enam bulan terakhir trend pertumbuhan ekonomi kita mulai cendrung dibawah pertumbuhan rata rata ekonomi nasional.
Oleh: Two Efly – Wartawan Ekonomi
Benarkah? Badan Pusat Statistik secara resmi kemarin (Kamis 5/8/2021) memberikan kabar baik. Untuk pertama kali semenjak Covid-19 mendera, pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di zona positif. Secara akumulasi pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2/2021 berada diangka 3,10 persen. Capaian ini bisa saja diklaim bahwa kita sudah keluar dari jurang Resesi karena ekonomi kita tak tumbuh minus lagi.
Namun penulis belumlah begitu yakin bangsa ini keluar dari jurang Resesi. Masih terbentang ujian dan waktu yang panjang untuk membuktikan itu. Minimal Q3/2021 dan Q4/2021 haruslah tetap berada di zona positif. Menurut Badan Pusat Statistik nasional Q2/2021 ekonomi Indonesia laju pertumbuhan ekonomi nasional 7,07 persen secara year on year (y-o-y).
Tumbuh cukup besar ini sangatlah wajar mengingat pada Q2/2020 yang lalu pertumbuhan ekonomi Indonesia terperosok jurang negatif – 4,19 persen. Setelah itu secara beruntun berada di zona negatif (Q3/2021 = – 3,49, Q4/2020 = – 2,19 %, Q1/2021 = – 0,71 %). Kini seiring hasil yang positif ini kita boleh sedikit bernafas lega. Secara akumulatif pertumbuhan ekonomi Indonesia Q2/2021 bertengger diangka 3,10 persen.
Kita pun juga harus mengapresiasi capaian ini. Apalagi pertumbuhan besar tersebut terjadi di tengah badai Covid-19 yang tak kunjung mereda. Bagaimana dengan Sumbar? Tak jauh berbeda. Untuk pertama kalinya pula setelah Covid-19 mendera ekonomi Sumbar kembali bertengger ke zona positif. Secara year on year Q2/2021 ekonomi Sumbar tumbuh 5,76 persen.
Semenjak terperosok ke jurang negative sampai Q1/2021 sulit bagi Sumbar untuk bangkit. Q2/2021 Sumbar mampu rebound dengan akumulasi hingga Semester I tahun 2021 Pertumbuhan ekonomi Sumbar bertengger diangka 2,72 persen.
Awas Terperosok Lagi
Bak tunas baru tumbuh, tentulah sebagai anak bangsa kita senang dengan capaian tim ekonomi ini. Semoga saja momentum ini bisa dirawat dan dipertahankan dimasa mendatang. Ingat, jangan sampai kita terperosok lagi. Mampukah? Entahlah.
Bukan bermaksud pesimis. Kita musti sadar diri bahwa badai belumlah berlalu. Pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen secara nasional dan 5,76 persen untuk Sumatera Barat hanya pertumbuhan tentative.
Apalagi pertumbuhan sebesar itu lebih dipicu dan ditopang maksimal oleh sector konsumsi. Yakinlah kondisi yang akan berbeda akan muncul di Q3/2021. Seperti apa faktanya. Pada Q2/2021 pembatasan pergerakan manusia tidaklah tersumbat sumbat amat. Kalaupun ada larangan mudik setidaknya mobilisasi manusia antar Kabupaten di dalam Provinsi masih berjalan bebas. Bahkan, mobilisasi manusia antar provinsipun masih bisa brlangsung walaupun agak tersumbat mendekati lebaran.
Kondisi yang sangat jauh berbeda justru terjadi pada Q3/2021. Memulai star di awal Q3/2021 bangsa ini mulai kembali melakukan pembatasan. PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) sebagai istilah lanjutan PSBB (Pembatasan Sosial Bersakala Besar) kembali mengunci pergerakan manusia dari satu wilayah ke wilayah lain. Malahan, dari satu kota ke kota lain di dalam provinsipun nyaris terkunci.
Kita akui PPKM ini adalah pilihan yang sangat sulit. Tak diberlakukan Pembatasan (PPKM-red) varian Delta Covid-19 kian menggila. Dibatasi pergerakan manusia, ekonomi yang mulai bangkit ditendang telaknya. Memang sulit. Untuk saat ini kita sepakatlah nyawa manusia jauh lebih penting. Harus ada yang mau dikorbankan.
Artinya, PPKM adalah keputusan terbaik dari pilihan terburuk yang ada dan ini dipastikan akan memukul telak kembali ekonomi. Baik secara nasional maupun dalam kontek local Sumatera Barat.
Di level nasional, ekonomi terkuncinya, Pulau Jawa dan Bali selaku sentra ekonomi diberlakukan PPKM. Ditingkat local juga begitu, dua kota utama (Kota Padang dan Bukittinggi) selaku sentra ekonomi juga terkunci pergerakan karena PPKM. Seperti apa dampaknya? Kita tunggu saja data Q3/2021.
Tertopang Konsumsi
Bagi sebagian analis ekonomi, pertumbuhan besar ekonomi di Q2/2021 cukup fenomena. Apalagi sector investasi hingga Q2/2021 nyaris tak bergerak. Namun, angka pertumbuhan ekonomi tetap mampu melejit.
Sebetulnya, pertumbuhan besar ini taklah begitu mencengangkan. Q2/2021 adalah periodesasi puncak konsumsi secara nasional. Awal Q2/2021 beriringan dengan masuknya Bulan Suci Ramadhan tahun 1442 Hijriah.
Umat Islam melaksanakan kewajibannya menunaikan ibadah Puasa. Sudah jadi tradisi tahunan setiap Ramadhan kebutuhan konsumsi dipastikan melambung. Memasuki bulan kedua Q2/2021 beriringan juga dengan masuknya Ied Fitri tahun 1442 Hijriah.
Walau tak se semarak tahun tahun sebelum Covid, namun Ied Fitri tahun 1442 Hijriah kemarin lebih meriah dibandingkan Ied Fitri tahun 1441 Hijriah (saat awal covid-19).
Seminggu pasca Ied Fitri Tahun 1442 larangan mudik tidak berlaku lagi dan beriringan pula dengan liburnya sekolah. Disinilah mobilisasi manusia kembali bergerak maksimum dan memutar roda ekonomi. Triger konsumsi kembali berlanjut memasuki bulan terakhir pada Q2/2021.
Juni 2021 merupakan masa dan awal tahun ajaran baru pendidikan nasional. Sudah tradisi tahunan juga ketika tahun ajaran baru kebutuhan konsumsi kembali naik, terutama untuk kebutuhan pendidikan. Mulai peralatan sekolah sampai ke perlengkapan sekolah.
Itu dari sisi konsumsi masyarakat. Trigger ekonomi pun diparipurnakan oleh belanja pemerintah. Q2/2021 anggaran pemerintah sudah dapat dibelanjakan. Beragam stimulus ekonomi pun mulai dilakukan.
Ini sejalan dengan besarnya kontribusi belanja pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi pada Q2/2021. Intinya, pertumbuhan ekonomi yang terbilang besar ini wajar dan sangat patut terjadi. Bagaimana dengan Q3/2021? Allahuallam.
Sumbar Mulai Tertinggal
Jika tadi kita mengapresiasi capaian tim ekonomi nasional dan regionalnya Sumatera Barat kali ini penulis juga ingin tetap mengkritisi. Kalau kita baca data semenjak enam bulan terakhir kita patut cemas dan perlu berbenah diri di Sumatera Barat. Semenjak awal tahun 2020, trend pertumbuhan ekonomi Sumatera Barat cendrung berada di bawah pertumbuhan ekonomi nasional.
Fenomena ini tidak pernah terjadi pada tahun tahun sebelumnya. Malahan dalam berbagai indicator makro ekonomi lain, Sumatera Barat cendrung selalau berada di atas capaian nasional. Benarkan kita mulai tertinggal? Secara Q to Q semenjak Q2/2020 sampai dengan Q2/2021 pertumbuhan ekonomi mulai trendnya berada dibawah pertumbuhan ekonomi Nasional.
Teranyarnya Q2/2021. Ekonomi nasional tumbuh 7,07 persen sehingga secara akumulasi pertumbuhan ekonomi nasional melambung menjadi 3,10 persen. Sementara kita di Sumatera barat pada Q2/2021 hanya mampu tumbuh 5,6 persen dengan akumulasi pertumbuhan ekonomi hingga semester I/2021 sebesar 2,72 persen. Artinya, ada disparitas progress lajut pertumbuhan ekonomi antara Sumatera Barat dengan Indonesia.
Dimana tertinggalnya? Data BPS tentang kontribusi PDRB berdasarkan lapangan usaha bisa menuntun itu. Di level nasional dari 18 indikator lapangan usaha yang masuk berkontribusi terhadap laju pertumbuhan ekonomi semuanya sudah bertengger di zona positif. Artinya, recovery ekonomi secara nasional sudah berjalan baik khususnya untuk Q2/2021.
Sementara di Sumatera Barat masih tercecer di belakang. Dari 18 indikator lapangan usaha itu masih ada 6 bidang usaha yang masih bertumbuh minus. Inilah yang membuat Sumbar tertinggal dari rata rata pertumbuhan ekonomi nasional. Mungkin bagi sebagian kalangan ketimpangan capaiannya ini dipandang lumrah, apalagi Covid-19 sampai saat ini tak kunjung mereda.
Meskipun begitu kita sisihkan jugalah sebilik kecil rasa cemas dan khawatir kita. Segeralah rumuskan kebijakan strategis agar kita kembali bisa bangkit dan berada diatas rata rata pertumbuhan ekonomi nasional seperti tahun tahun sebelumnya. (**)
Komentar