BUKITTINGGI, RADARSUMBAR.COM-Wali Kota Bukittinggi, Erman Safar, menepati janjinya semasa kampanye sebelum Pilkada 2020 untuk mencabut Peraturan Walikota Bukittinggi (Perwako) Nomor 40 tahun 2018 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pasar Grosir dan/atau Pertokoan dan Peraturan Walikota Bukittinggi Nomor 41 tahun 2018 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar.
“Setelah sekian lama menunggu tahapan pencabutan Perwako No. 40 dan 41 tahun 2018 (Perwako 40/41), lalu diajukan ke Provinsi untuk diberikan penomoran serta dikaji provinsi, Alhamdulillah beberapa hari yang lalu telah disetujui pencabutan Perwako 40/41, hari ini resmi kami sampaikan kepada khalayak pencabutan Perwako 40/41,” ujar Wako Erman dalam jumpa pers bersama seluruh awak media di kediaman Rumah Dinas Walikota, Belakang Balok, Bukittinggi, Jum’at (6/8).
Turut hadir dalam acara itu, Wakil Walikota Bukittinggi Marfendi, Ketua Fraksi Gerindra Bukittinggi Beni Yusrial, PLT Kadis koperasi, UKM dan Perdagangan, Isra Yonza , S.H. M.H, sejumlah unsur Forkompinda serta dinas terkait.
Wako Erman membacakan poin-poin terkait pencabutan Perwako 40/41 yang telah sekian lama menjadi polemik di Bukittinggi, diantaranya, Pertama, Perwako Bukittinggi tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pasar grosir dan atau pertokoan yang mencabut Perwako Bukittinggi No. 40/2018 tentang Peninjauan Pasar grosir yang kedua Perwako Bukittinggi tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar yang mencabut Perwako Bukittinggi No. 41/2018 tentang Peninjauan Tarif Retribusi Pelayanan Pasar dengan pengundangan.
“Dengan kedua Perwako ini maka kita telah meringankan beban, menjawab keresahan dan penderitaan masyarakat di tengah Pandemi Covid yang telah lebih dari satu tahun melanda Indonesia termasuk kota Bukittinggi, yang telah memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan perekonomian perdagangan,” kata Wako Erman.
Lanjut Wako Erman, kebijakan dasar Pemerintah Kota (Pemko) Bukittinggi mencabut kedua Perwako tersebut, yang pertama berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kota Bukittinggi sebenarnya telah mengalami inflasi sejak tahun 2018 dan terus meningkat sampai dengan tahun 2020.
Sehingga beban yang ditanggung masyarakat terutama pedagang di tiga lokasi pasar kita Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Simpang Pasar Aur menjadi kontraproduktif dengan kenaikan retribusi pada Perwako 40/41 tahun 2018.
Selanjutnya kedua, bahwa kenaikan tarif Retribusi pada Perwako No. 40/2018 dari tarif awal pada pada Perda No 15/2013 yang menjadi payung hukumnya tidak memiliki dasar yang jelas demikian juga kenaikan tarif retribusi pada Perwako No 41 dari tarif awal pada Perda No. 16/2013 tahun 2013.
“Sebagai contoh pada Perwako nomor 40, kita temukan tarif retribusi yang rata-rata Rp60 ribu pada semua toko grosir di Pasar Simpang Aur padahal pada Perda Nomor 15 tahun 2013 tarif tersebut bervariasi atau paling tidak dibedakan antara posisi toko dipojok dan tidak dipojok” Jelas Wako Erman.
Lanjutnya lagi, ketiga, dasar kewenangan Walikota sesuai dengan undang-undang No. 28/2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, untuk Perda No. 15/2013 dan Perda No. 16/2013 dinyatakan dengan tegas bahwa tarif retribusi ditinjau kembali paling lama 3 tahun sekali, dan untuk penetapan tarif retribusi ditetapkan dengan Peraturan Walikota.
Wako Erman juga mengatakan, bahwa pada kedua Perwako yang akan diundangkan tersebut didasarkan kepada, 1) Pertimbangan indeks harga dan perkembangan ekonomi di kota Bukittinggi.
Indeks harga adalah tolak ukur dalam penentuan harga maupun keberlangsungan ekonomi suatu negara indeks harga diperlukan dalam ekonomi makro merujuk pada laman resmi Badan Statistik.
Indeks harga adalah ukuran statistik untuk menyatakan perubahan perubahan harga yang terjadi dari satu periode ke periode lainnya. Pengertian indeks harga juga diartikan sebagai perbandingan antara harga rata-rata suatu barang dalam tahun yang dihitung dan harga rata-rata untuk tahun dasar.
“Daftar indeks harga ini sangat diperlukan untuk mengukur perubahan ekonomi suatu warga sebagai contoh harga sapi cenderung mengalami kenaikan menjelang hari raya Idul Fitri karena adanya kenaikan permintaan pasar perkembangan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi merupakan peningkatan nilai produksi barang suatu negara dalam suatu kurun waktu tertentu,” jelas Wako Erman.
Berdasarkan kepada beberapa indikator, lanjut Wako Erman, misalkan naiknya pendapatan nasional pendapatan perkapita jumlah tenaga kerja yang lebih besar dari jumlah pengangguran berkurangnya tingkat kemiskinan pertumbuhan ekonomi dapat diartikan sebagai proses perubahan yang secara berkesinambungan menuju kondisi yang lebih baik.
“Harapan kita selaku Walikota yang selalu berkewajiban melaksanakan Pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dengan tetap memenuhi asas umum pemerintahan yang baik dan semoga kedua perwako yang baru ini dapat menjawab polemik Perwako 40/41 yang dirasakan oleh masyarakat khususnya pedagang sejak tahun 2018,” punkas Wako Erman.
Kehadiran kedua perwako ini sesuai dengan visi dan misi Bukittinggi Hebat dicanangkan dan dijadikan sebagai dasar RPJMD Kota Bukittinggi Tahun 2021 – 2026 khususnya Hebat dalam sektor ekonomi kerakyatan. “Semoga dengan telah dicabutnya Perwako ini bisa berdampak langsung kepada ribuan pedagang yang ada di kota Bukittinggi dan meringankan beban mereka,” tutup Wako Erman.
Sementara itu, salah seorang pedagang Pasar Atas “M” mengatakan bersyukur dengan telah dicabutnya secara resmi Perwako 40/41 yang menjadi polemik berkepanjangan selama ini. “Tentunya geliat perekonomian Bukittinggi akan semakin meningkat dan pedagangnya juga makin bersemangat, semoga kinerja Walikota Bukittinggi akan semakin baik dalam mensejahterakan masyarakat,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, masyarakat pedagang di Bukittinggi sejak awal tahun 2019 membayar retribusi toko, kios, lapak, Pedagang Kaki Lima yang besarnya berkali lipat dari sebelumnya.
Terhitung 21 Desember 2018, Pemerintah Kota Bukittinggi menaikkan retribusi pada tiga lokasi pasar (Pasar Atas, Pasar Bawah dan Pasar Simpang Aur) hingga 600 persen, hal itu sebagai tindak lanjut dari keluarnya Peraturan Walikota Bukittinggi, nomor 40 dan 41 tahun 2018 tentang peninjauan tarif retribusi pasar grosir atau pertokoan dan peninjauan tarif retribusi pasar.
Pemberlakukan retribusi yang berkali lipat tersebut mendapat penolakan dari sejumlah pedagang hingga menjadi polemik di masyarakat Bukittinggi. Apalagi tidak lama berselang Perwako 40/41 tersebut diberlakukan, pandemi Covid-19 juga melanda Bukittinggi yang membuat perekonomian menjadi carut marut.
Sementara itu, setelah dilantik Gubernur Sumatera Barat, Mahyeldi, Wali Kota Bukittinggi defenitif, Erman Safar langsung memberikan pernyataan resmi komitmen mencabut Perwako 40/41 sebagaimana tertuang dalam janji politiknya.
“Secara formal dan legal, tentu butuh proses. Kami segera lakukan rapat untuk membahas pencabutan dua Perwako itu,” ujar Wako Erman dalam pertemuan dengan pedagang, Jumat 27/02 malam.
“Kami akan melibatkan SKPD terkait untuk memulai tahapan merumuskan pembuatan Perwako yang baru. Pertama, dikerjakan tahapan perubahan dua Perwako yang sangat membebani para pedagang. Apalagi saat ini kondisi Covid,” kata Wako Erman.
Kala itu, Wako Erman mengatakan memastikan segera menugaskan SKPD terkait memproses sehingga bisa terwujud secepat mungkin. “Kita tahu, dua Perwako itu membebani masyarakat. Doakan saya sehingga kebijakan mengganti, mengubah, mencabut aturan ini, saya selamat dari jeratan hukum,” kata Wako Erman. Hingga akhirnya, Jum’at 06/08 siang, Perwako 40/41 dinyatakan secara legal resmi dicabut. (*/rdr)
Komentar