BUKITTINGGI, RADARSUMBAR.COM – Meski harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax-92 sudah turun sejak Sabtu (1/10/2022), tapi 346 lokasi Pertashop di Sumatra Barat (Sumbar) masih mengalami penurunan omzet.
Kondisi ini, membuat pengelola Pertashop membentuk wadah berhimpun yang dinamakan “Pertashop Sumbar Bersatu” untuk menyampaikan aspirasi kepada Kementerian ESDM, Kemendagri, BPH Migas, Kementerian BUMN, Pertamina, DPR dan pihak terkait.
Sejak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Agustus lalu, omzet penjualan di Pertashop turun drastis. Penurunan omzet Pertashop berkisar 50 hingga 60 persen, bahkan lebih.
“Kondisi ini, terjadi hingga kini, walau harga Pertamax sedikit turun. Sehingga, banyak mitra Pertashop, kewalahan memenuhi biaya operasional, termasuk pembayaran pembiayaan,” kata Ketua Umum Pertashop Sumbar Bersatu Ramadanur didampingi Sekretaris Umum, M Fajar Rillah Vesky dan Bendahara Umum Fathiza Rahmi, dalam siaran pers, Selasa (4/10/2022).
Ramadanur mengatakan, anggota Pertashop Sumbar Bersatu pada Rabu (28/9/2022) sudah menggelar temu ramah dan diskusi di Novotel Bukittinggi, terkait kondisi Pertashop, setelah dua kali kenaikan harga BBM di Indonesia.
Dalam diskusi itu, mencuat persoalan lebarnya disparitas harga BBM jenis Pertamax-92 yang dijual di Pertashop, dengan BBM jenis Pertalite yang dijual di SPBU maupun kios-kios pedagang eceran.
“Kami berharap, disparitas harga Pertamax-92 dan Pertalite yang begitu lebar, dapat diperkecil,” kata Ramadanur. Besar harapan kami, agar harga Pertamax-92 terjangkau oleh masyarakat di perdesaan, tempat Pertashop banyak berada.”
“Apalagi, seperti pernah disampaikan Dirut Pertamina, Ibu Nicke Widyawati, Pertashop itu bersifat affordability, karena harganya terjangkau oleh masyarakat,” tukuk Fajar Rillah Vesky.
Selain persoalan disparitas harga, pengurus dan anggota Pertashop Sumbar Bersatu, meminta agar perpanjangan kontrak atau pengurusan dokumen kontrak Pertashop kembali ke persyaratan awal.
Yakni, Surat Rekomendasi Desa atau Nagari, ada Badan Usaha sehingga ada NPWP, dan memenuhi standar HSSE Pertamina. Karena tidak memungkinkan bagi mitra Pertashop, memiliki syarat kontrak seperti SLF (Sertifikat Laik Fungsi) untuk pendirian SPBU.
Sepatutnya, persyaratan pendirian Pertashop sampai PBG saja. “Ada banyak aspirasi disampaikan teman-teman mitra Pertashop, dalam temu ramah Pertashop Sumbar Bersatu di Bukittingi. Nanti, aspirasi itu akan kami sampaikan tertulis kepada stakholders terkait.”
“Yang jelas, kami berterima kasih kepada SAM Pertamina Patra Niaga Wilayah Sumbar, karena sudah menghadiri temu ramah Pertashop Sumbar Bersatu di Bukittinggi,” kata Ramadanur.
Dalam temu ramah di Bukittinggi, Sales Area Manager (SAM) Pertamina Patra Niaga Wilayah Sumbar Narotama Aulia Fazri menyampaikan, Sumbar merupakan provinsi paling banyak memiliki Pertashop di Sumatera Bagian Utara (Sumbagut), yang meliputi Sumut, Sumbar, Riau, dan Jambi.
Sampai September 2022, jumlah Pertashop mencapai 346 lokasi. Satu lokasi, rata-rata punya satu modular, tapi ada juga yang dua modular. Paling banyak dari provinsi lain di Sumbagut.
“Keberadaan Pertashop telah menjangkau penduduk yang berada di wilayah sangat jauh. Karenanya, Pertamina tetap memikirkan kondisi Pertashop. Apalagi penjualan di Pertashop menjadi bumper penjualan Pertamina,” kata Narotama Aulia Fazri.
Narotama mengatakan, saat ini, memang terjadi penurunan penjualan BBM non subsidi di Sumbar, termasuk penjualan BBM di Pertashop.
Untuk itu, Pertamina Sumbar berusaha menumbuhkan ekosistem bisnis di Pertashop, bekerjasama dengan PT. Pupuk Indonesia dan PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) Perseroan. Tbk.
“Kita berupaya mengintegrasikan Pertashop dengan Pupuk Indonesia dan BRILink,” kata Narotama. (rdr)