PADANG, RADARSUMBAR.COM – Talkshow Hari Anti Korupsi yang digelar Semen Padang ini dipandu Andahayani sebagai host dan diawali dengan pertanyaan tentang pencegahan tindak pidana korupsi oleh KPK maupun penegak hukum.
Menanggapi hal itu, Hakim Ad Hoc Pengadilan Tipikor Emria Fitriani menyampaikan bahwa dalam melakukan pencegahan korupsi, KPK sudah memetakan 7 tindakan korupsi yang umum terjadi.
Di antaranya, adanya kerugian keuangan negara, penyalahgunaan kewenangan, suap, gratifikasi dan perbuatan curang. Dalam upaya anti korupsi, KPK ada trisulanya, yaitu pencegahan, penindakan dan pendidikan. Untuk penindakan, dimulai dari laporan masyarakat.
Kemudian, laporan tersebut dilakukan penyidikan dan sampai kepada tuntutan dan putusan pengadilan. Dan tentunya, efek jera yang ditumbulkan dari putusan pengadilan itu juga lah yang diharapkan sebagai pencegahan terjadinya tindak pindana korupsi.
“Sedangkan pada pendidikan, yaitu memberikan edukasi kepada masyarakat apa itu korupsi, dan korupsi itu seperti apa, serta bagaimana dampak dari tindak pidana korupsi. Nah, sosialisasi dan edukasi seperti ini merupakan bagian dari pendidikan kepada masyarakat,” katanya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Unand, Elwi Danil menyampaikan beberapa ciri dari pelaku korupsi. Pertama, korupsi itu selalu melibatkan lebih dari satu orang. Kalau dulu, itu disebut sebagai korupsi berjamaah. Kedua, korupsi itu selalu melibatkan kerahasiaan.
“Artinya, pelaku korupsi itu dilakukan secara terorganisir. Tetapi, dalam beberapa tahun belakangan ini atau pertengahan zaman reformasi, korupsi tidak lagi dilakukan secara rahasia.”
“Sekarang ini, begitu tidak takutnya orang melakukan korupsi,” katanya sembari menyebut orang Indonesia sekarang ini permisif terhadap prilaku korupsi.
Pada kesempatan itu, Andahayani juga menyampaikan pertanyaan soal budaya AKHLAK di BUMN, serta indeks persepsi korupsi.
Terkait budaya AKHLAK, Ewil Danil menyebut ide AKHLAK yang dicetus Menteri BUMN Erick Thohir, bertujuan bagaimana AKHLAK bisa menumbuhkembangkan budaya anti korupsi di lingkungan perusahaan BUMN.
Meski begitu, mantan Komisaris PT Semen Padang itu berharap agar AKHLAK jangan hanya sebagai jargon atau enak untuk diucapkan tapi sulit untuk diterapkan.
Paling tidak, AKHLAK ini adalah gagasan yang baik dari budaya anti korupsi. “Dan, ini harus menjadi komitmen bersama,” katanya.
Terkait indeks persepsi korupsi, Elwi Danil menyampaikan persepsi itu bisa datang dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya dari pelaku usaha.
Karena, pelaku usaha kalau berbisnis disuatu negara, mereka melihat apakah pemerintahannya memiliki komitmen yang tinggi memberantas korupsi atau tidak.
“Nah, di Indonesia ternyata kondisinya tidak baik. Skor indeks persepsi korupsi di Indonesia itu di bawah 50. Negara yang bersih dari korupsi itu skornya di atas 50. Makanya, ini menandakan bahwa korupsi menjadi persoalan yang mendasar di Indonesia,” katanya.
Pada kesempatan itu, juga dibahas soal korupsi korporasi. Kata Elwi Danil, dalam hukum pidana ada sebuah prinsip yang menyebutkan bahwa korporasi tidak mungkin korupsi, karena dia tidak punya roh dan tidak punya jiwa.
Akan tetapi, dalam perkembangan zaman dan pikiran, ternyata korporasi bisa melakukan tindak pidana, termasuk tindak pidana korupsi.
Tindakan pidana korupsi korporasi itu terjadi ketika pejabat teras di korporasi melakukan perbuatan untuk dan atas nama korporasi untuk mendapat keuntungan.
“Contohnya, bayar pajak seringan-ringannya. Kalau ada manipulasi, tentu uangnya tidak keluar, uangnya untuk korporasi,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan Emria Fitriani. Kata dia, kebanyakan korporasi disidangkan terjadi dari tindak pidana pencucian uang dan ini sudah ada kasusnya.
Dimana, ada oknum hakim kalau tidak salah membuat perusahaan dari uang gratifikasi atau suap yang dia terima, kemudian disimpan atau diputar disuatu perusahaan.
Karena ketika itu tidak ada aturan hukum yang jelas tentang proses korupsi korporasi, makanya pada Mahkamah Agung untuk mengisi kekosongan hukum mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 tahun 2016.
“Sekarang ini, korupsi korporasi bisa disidangkan di pengadilan,” katanya. (rdr)