PADANG, RADARSUMBAR.COM – Salah seorang peserta Penas Tani Nelayan asal Timika bernama Pius Katagame mengaku takjub dengan sejarah pabrik yang berada di sisi timur kawasan PT Semen Padang tersebut.
Kata dia, produksi dari PT Semen Padang ini sudah tersebar ke seluruh Indonesia. Tidak ada yang tidak tahu dengan Semen Padang.
“Di Timika saja, banyak rumah dan hotel yang dibangun menggunakan semen dari Semen Padang. Semen Padang luar biasa sekali, sudah berkontribusi besar dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.”
“Makanya, saya sangat senang diberi kesempatan untuk berkunjung ke Pabrik Indarung I ini,” katanya.
Hal yang sama juga disampaikan peserta Penas Tani dari Kabupaten Nagan Raya, Aceh, bernama Yulianto. Kata dia, keberadaan perusahaan yang sudah berusia 113 tahun, tentunya sangat memberikan manfaat besar bagi Indonesia.
Karena, PT Semen Padang merupakan salah satu sumber daya Indonesia yang sangat berguna bagi kesejahteraan bangsa Indonesia.
“Bahkan pasca-Tsunami, kebutuhan semen untuk pembangunan di Aceh dipasok dari Semen Padang. Museum Tsunami Aceh sendiri juga dibangun menggunakan semen ini.”
“Dan, saya tertarik berkunjung untuk melihat Pabrik Indarung I ini, karena bangunan pabrik ini merupakan cikal bakal industri semen di Indonesia,” katanya.
Peserta Penas Petani dan Nelayan lainnya yang berasal dari Kalimantan Timur, bernama Agus Priyono, juga mengaku takjub dengan bangunan Pabrik Indarung I.
“Saya tertarik melihat Pabrik Indarung I, karena banyak bangunan tua bersejarah yang dibangun di zaman Belanda menggunakan Semen Padang,” katanya.
Bahkan, kata Agus Priyono melanjutkan, Museum Mulawarman yang merupakan bekas istana dari Kesultanan Kutai Kartanegara yang dibangun pada tahun 1936, juga dibangun menggunakan Semen Padang.
“Jadi, itulah alasannya kenapa saya sangat tertarik sekali berkunjung ke Pabrik Indarung I ini,” bebernya.
Setelah berkunjung ke Pabrik Indarung I, rombongan Penas Petani dan Nelayan itu kemudian mengunjungi tempat pembibitan kaliandra merah serta konservasi ikan bilih.
Disana, mereka juga mendengar secara seksama alasan melakukan pembibitan kaliandra dan konservasi ikan bilih yang merupakan ikan endemik di Danau Singkarak.
Rumiati, peserta Penas Petani dan Nelayan dari Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, menyebut bahwa dirinya baru kali ini mendengar nama tanaman kaliandra.
Tentunya, dari penjelasan pihak PT Semen Padang, ternyata kaliandra merah ini sangat bagus sekali untuk dikembangkan, terutama di tanah-tanah marginal.
“Kaliandra merah ini bisa menyuburkan tanah. Siklusnya juga cepat, ditanam, kemudian dipangkas dan tumbuh sendiri. Manfaatnya juga banyak, bunganya bisa untuk budidaya madu, dan daunnya untuk pakan ternak.”
“Sedangkan kayunya bisa dimanfaatkan untuk bahan bakar yang dapat mensubstitusi batubara,” katanya.
Selain itu, sebutnya, dengan menanam kaliandra merah, juga membuat tanah menjadi subur. “Nah, setelah dari Penas Petani dan Nelayan ini, saya akan mencoba untuk membudidayakan kaliandra merah ini di rumah.”
“Karena, saya juga diberi biji kaliandra oleh pihak Semen Padang. Minimal, saya manfaatkan untuk budidaya madu,” ujarnya.
Terkait konservasi ikan bilih, peserta Penas Petani dan Nelayan bernama Suparmi asal DKI Jakarta, mengapresiasi yang telah mengembangbiakkan ikan bilih melalui pemijahan secara alami di kolam pemijahan dan laboratorium.
Apalagi, kata dia, ikan bilih hasil konservasi dikembalikan ke habitat aslinya di Danau Singkarak. “Ini sangat bagus sekali. Patut diapresiasi, karena telah berupaya mengembangbiakkan ikan bilih yang telah hampir punah.”
“Menariknya, ikan bilih yang dikembangbiakkan ini juga dikembalikan ke habitatnya di Danau Singkarak. Saya sendiri, pernah memakan ikan bilih yang dibawa saudara. Ikannya sangat enak dan rasanya agak manis,” katanya. (rdr)