Ia menambahkan, tantangan dari sisi demand, yakni adanya pertumbuhan populasi, dan tuntutan. “Misalnya harus dekat dengan akses pendidikan, kesehatan, dan akses publik lainnya,” sebutnya.
Lalu, dari sisi regulasi, salah satu tantangan dalam pembangunan rumah adalah proses perizinan berupa IMB atau PBG (pendaftaran pembangunan gedung).
Tantangan lain katanya, adalah kenaikan suku bunga, yang diakibatkan naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia, yang mengakibatkan bunga kredit semakin tinggi. “Jika ini terjadi, ini bisa mengurangi masyarakat untuk membeli rumah secara kredit,” jelasnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut katanya, diperlukan berbagai strategi dari perbankan. Pertama, memberikan kredit yang bisa memberikan penghasilan yang besar bagi perbankan. Kedua, memperbanyak komposisi dana pihak ketiga sehingga mampu menekan suku bunga kredit yang diberikan kepada masyakat. Ketiga, memperkuat permodalan sehingga perbankan mampu memperkuat pemberian kredit.
Sebagai bank yang fokus dalam pembiayaan perumahan, dia menegaskan Bank BTN Padang ikut serta menyukseskan Program Sejuta Rumah yang digalakkan pemerintah. Bank BTN berperan aktif dan menargetkan penyaluran 1,3 juta kredit perumahan rakyat (KPR) bagi MBR.
“Kita saat ini fokus mengarahkan pemberian kredit itu ke generasi milenial dan masyarakat yang bekerja di sektor informal,” sebutnya.
Sementara itu akademisi Unand Feri Arlius, mengatakan, sebagai kebutuhan primer, jumlah kebutuhan masyarakat dengan ketersediaan rumah saat ini masih sangat kurang. Di tambah lagi, masih ada rumah yang ditempati masyarakat dikatakan belum layak huni.
Bahkan kata Feri, ada beberapa rumah yang dibangun di lokasi-lokasi yang seharusnya tidak boleh mendirikan bangunan. Seperti lokasi perumahan yang berada di daerah rawan bencana, berada di pinggir sungai dan kawasan hutan.
“Kalau ingin membangun rumah, harus diperhatikan juga rencana tata ruangnya. Misalnya, ada aturan minimal 10 meter tidak boleh mendirikan bangunan atau rumah di pinggir sungai,” terang ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sumbar ini.
Kemudian, imbuh Feri, persoalan lain yang dihadapi masyarakat yakni terbatasnya akses pembiayaan saat hendak membangun rumah. “Bisa jadi karena masyarakat tidak tahu atau tidak menerima informasi tentang adanya akses pembiayaan perumahan, atau memang karena keadaan bisa jadi karena tidak ada jaminan kredit,” tuturnya. (rdr)