Tindakan Aipda Ambarita tersebut dinilai telah melanggar SOP atau prosedur yang berlaku. “Memang betul kita akui pak Ambarita itu ada kesalahan SOP sehi gga sekarang ini pak Ambarita diperiksa di Propam,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Yusri Yunus di Polda Metro Jaya, Selasa (19/10).
Yusri menuturkan bahwa seorang anggota polisi memang memiliki wewenang untuk memeriksa HP. Namun, hal tersebut harus dilakukan sesuai dengan SOP. “Contoh dari Resmob menangkap pelaku penadahan misalnya, bisa enggak memeriksa handphone, boleh, kalau sesuai SOP,” ucap Yusri.
Sedangkan untuk Ambarita, saat ini masih diselidiki kesalahan SOP yang diduga dilakukannya. Jika terbukti ada kesalahan, maka akan diberikan sanksi tegas selain mutasi. Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) meminta kepolisian secara konsisten memastikan penghormatan dan perlindungan hak atas privasi dalam seluruh kerja-kerja kepolisian, termasuk dalam segala jenis tindakan upaya paksa.
“Perlunya kepolisian untuk secara konsisten memastikan penghormatan dan perlindungan hak atas privasi dalam seluruh kerja-kerja kepolisian, termasuk dalam segala jenis tindakan upaya paksa,” kata Direktur Eksekutif ELSAM, Wahyudi Djafar dalam keterangan tertulis, Senin (18/10).
Wahyudi mengatakan salah satu perbuatan yang dilarang dalam Pasal 30 UU Informasi dan Transaksi Elektronik, dan dapat dikualifikasikan sebagai kejahatan, adalah akses ilegal terhadap sistem elektronik orang lain dengan sengaja dan tanpa hak.
Artinya, kata dia, setiap perbuatan mengakses sistem elektronik yang berada di bawah penguasaan orang lain secara sengaja dan tanpa hak merupakan tindak pidana. “Pertanyaannya, apakah polisi memiliki hak untuk mengakses sistem elektronik seseorang dalam suatu tindakan penggeledahan?” ucap Wahyudi. (cnnindonesia.com)





















