JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Fosil nenek moyang manusia diperkirakan berusia 240 ribu tahun ditemukan di sebuah lorong Gua Rising Star yang sempit di Afrika Selatan.
Para ilmuwan menemukan tengkorak anak Homo naledi yang terfragmentasi yang mereka sebuah dengan Leti. Tengkorak dengan corak hitam itu kemudian disebut sebagai ‘Anak Kegelapan’. Sampai saat ini, para ilmuwan belum bisa menjelaskan bagaimana tengkorak kecil itu bisa berada di dalam Gua yang kecil dengan lebar hampir 15 sentimeter tersebut.
Tim peneliti menduga fosil tersebut merupakan bukti penguburan yang disengaja. ‘Leti’ merupakan kependekan dari ‘Letimela’ atau yang berarti “Yang Hilang” dalam bahasa Setswana di Afrika Selatan. Dilansir Live Science, berdasarkan usia sisa-sisa lain yang ditemukan di gua yang penuh teka-teki tersebut Leti mungkin hidup antara 335 ribu dan 241 ribu tahun yang lalu.
Fragmen fosil milik sekitar 24 individu Homo naledi telah ditemukan di Gua di Afrika Selatan sejak 2013, ketika fosil pertama dari nenek moyang manusia ini ditemukan di tempat yang sekarang dikenal sebagai Kamar Dinaledi. Kehadiran begitu banyak individu dari satu spesies di dalam gua itu masih menjadi misteri.
Satu-satunya jalan masuk ke gua tersebut adalah patahan vertikal setinggi 39 kaki atau 12 meter yang dikenal sebagai ‘The Chute’ dan tidak ditemukan bukti pintu alternatif lain untuk masuk ke lorong oleh ahli geologi maupun penjelajah dari penelitian tersebut. “Tengkorak kecil Leti ditemukan berserakan berkeping-keping di rak batu kapur sekitar 80 cm di atas lantai gua. Tempat itu berada di lorong sempit di antara jaring laba-laba,” kata Maropeng Ramalepa, anggota tim eksplorasi, mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Homo naledi sama dengan Homo sapiens?
Menurut sebuah makalah baru yang diterbitkan Kamis, 4 November di jurnal Paleo Anthropology, tidak ada bukti bahwa hewan membawa tulang Homo naledi ke dalam gua sebab tidak ada bekas gigitan atau bukti pemangsaan. Tulang-tulang tersebut juga tampaknya telah ditempatkan di dalam gua dan tidak dicuci, karena tidak ditemukan campuran sedimen atau puing-puing lainnya.
Hal itu membuka kemungkinan bahwa lebih dari 240 ribu tahun yang lalu, nenek moyang manusia dengan otak seukuran jeruk dengan sengaja memasuki gua yang gelap, seperti labirin, mungkin melalui saluran vertikal yang menyempit hingga 18 cm di beberapa tempat, dan meletakkan mayat mereka di dalamnya.
Tidak ada alat atau artefak yang ditemukan di samping fosil di Gua Rising Star. Hanya ada beberapa tanda hewan lain memasuki gua, di luar dua spesimen babun remaja yang setidaknya satu di antaranya mungkin jauh lebih tua dari sisa-sisa Homo naledi.
John Hawks, seorang antropolog di University of Wisconsin-Madison yang mempelajari sisa-sisa, mengatakan kepada Live Science pada 2017 lalu bahwa nenek moyang manusia ini hidup pada waktu yang sama dengan Homo sapiens awal.
“Penjelajahan mereka ke dalam gua menunjukkan bahwa mereka termasuk di antara manusia modern, nenek moyang yang lebih cerdas, dan mereka telah menguasai penggunaan api untuk menerangi penjelajahan mereka,” kata Hawks.
Menurut Museum Sejarah Alam Nasional Smithsonian, Homo naledi berjalan tegak, tingginya sekitar 1,44 meter dan memiliki berat antara sekitar 40 sampai 56 kilogram. Tengkorak baru yang ditemukan dengan telapak tangan yang pas dengan milik manusia modern seharusnya bisa mengungkapkan lebih banyak tentang pertumbuhan dan perkembangan Homo naledi.
Sementara untuk pertama kalinya peneliti menemukan beberapa fragmen rahang dari anak-anak, tulang dari tengkorak atau tempurung kepala juga enam gigi dari dalalm gua.
Temuan tulang dan gigi
Tulang-tulang dan gigi-gigi itu ditemukan selama penjelajahan lorong-lorong sempit yang berliku-liku di sekitar Kamar Dinaledi. Para peneliti memetakan sekitar 316 meter dari lorong-lorong ini, mencari bukti cara lain masuk ke dalam ruangan itu dan mereka tidak melihat bukti rute lain.
“Eksplorasi lorong-lorong sempit di dalam Subsistem Dinaledi melibatkan banyak upaya, menavigasi area dengan lantai dan dinding yang tidak teratur, banyak penghalang dan celah dengan lebar kurang dari 30 cm,” sebut Marina Elliott, arkeolog dari Simon Fraser University di British Columbia, Kanada yang ditulis dalam makalah PaleoAnthropology.
Para peneliti menemukan lebih banyak fosil di labirin bawah tanah. Ini termasuk bukti kedua dari babon remaja di dalam gua; satu tulang lengan mungkin milik Homo naledi. Harta karun berupa 33 fragmen tulang yang kemungkinan juga milik individu Homo naledi dan Leti. Rincian tengkorak Leti juga masuk di jurnal PaleoAnthropolog yang terbit 4 November lalu.
Tengkorak yang diawetkan sebagian dipecah menjadi 28 fragmen. Ketika direkonstruksi, fragmen-fragmen tersebut mengungkapkan sebagian besar dahi anak dan beberapa bagian atas kepala. Gigi tersebut terdiri dari empat gigi permanen yang belum aus dan dua gigi susu yang sudah aus.
Ukuran tengkorak menunjukkan bahwa otak Leti memiliki volume antara 480 dan 610 cm kubik atau sekitar 90 persen sampai 95 persen dari volume otak orang dewasa dari spesiesnya. “[Ini] mulai memberi kita wawasan tentang semua tahap kehidupan spesies yang luar biasa ini,” terang antropolog Louisiana State University, Juliet Brophy yang memimpin penelitian tentang tengkorak Leti. (cnnindonesia.com)