Resso Coaching Clinic 6: Selain Belajar Teori, Musisi harus Bisa Menggali Teknik Sendiri

JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Resso, aplikasi streaming musik sosial pertama di Indonesia, kembali menggelar Resso Coaching Clinic, forum diskusi reguler untuk membahas isu terkini di dunia musik guna mendukung musisi muda independen berbakat.

Masih dilakukan secara virtual pada Kamis (6/10/2022), forum diskusi keenam ini mengangkat topik “Sekolah vs Autodidak: Jalur mana yang paling cocok bagi kamu yang ingin berkarier di dunia musik?”.

Menghadirkan sejumlah pembicara di antaranya Dr. Mohammad Amin, Direktur Musik, Film, dan Animasi di Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia mewakili pemerintah, guru musik yang juga kreator konten dari Medan, Tri Adinata, dua musisi yaitu pianis dan kreator konten Filda Salim, alias Fildabeat, dan penyanyi sekaligus penulis lagu Bilal Indrajaya, serta Matthew Tanaya, Artist Promotions Lead Resso Indonesia sebagai pelaku industri musik.

Bagi mereka yang ingin berkarier di industri musik, ternyata masih banyak yang belum memahami tentang berbagai macam pekerjaan yang ada, cara memulai kariernya, dan latar belakang pendidikan seperti apa yang dibutuhkan.

Diskusi ini bertujuan untuk menginformasikan ke siapapun yang tertarik masuk industri musik bahwa bekerja di industri musik tidak harus berarti menjadi musisi dalam aspek kreatif, tetapi ada juga banyak pekerjaan komersial dan teknis yang harus diisi di industri, seperti menjadi bagian dari label atau promotor, atau membuat karya sebagai produser atau sound engineer.

Berbagai pekerjaan ini membutuhkan skill dan pengetahuan yang berbeda, yang bisa didapatkan baik melalui pendidikan formal atau nonformal, termasuk autodidak.

Pianis Filda Salim yang mendalami pendidikan musik secara formal di Boston Conservatory Berklee, Amerika Serikat, dan sering membagikan karya dan ilmunya melalui konten-konten di TikTok, menceritakan tentang jalur pendidikan musik yang ditempuhnya, yang mendukung kariernya kini.

Fokus di musik klasik, ia memilih untuk melanjutkan pendidikan musiknya di luar negeri karena selain fasilitasnya yang lebih lengkap, kesiapan mentalnya untuk menjalani pilihan karier bermusik, bersaing dengan musisi mancanegara, serta tampil di spotlight juga diuji.

“Sebelum kuliah aku memang sudah memutuskan bahwa, I’m going to do this my entire life, jadi aku memang mendedikasikan banyak banget ke musik. Aku belajar gimana caranya biar orang bisa suka sama aku, mencoba untuk cari jati diri aku, dan gimana cara untuk entertain orang-orang. Aku rasa kalau aku belajar autodidak belum tentu bisa, karena harus bisa cari network dan fasilitas sendiri,” tutur Filda.

“Aku tahu kalau misalnya aku ternyata gak jadi pianis, aku pasti tetap di industri musik,” katanya lagi.

Dari sisi yang berbeda, Bilal Indrajaya menjelaskan perjalanannya menjadi musisi autodidak hingga terjun dalam dunia musik. Mengagumi banyak musisi sejak kecil, ia bercita-cita untuk suatu hari bisa jadi musisi dengan lagunya sendiri.

“Dari SD gue belajar gitar sendiri lewat majalah yang ada chord-nya dan karena rata-rata musisi yang gue kagumi belajarnya autodidak, jadi mikir, mungkin keren kalau one day bisa begini, main di panggung, nyanyi atau nge-band, tapi dengan lagu sendiri. Sebagai musisi autodidak mungkin ga punya fondasi atau basic musik dengan teknik yang benar, tapi justru karena gak kepatok teori jadi lebih bebas untuk bikin lagu suka-suka kita,” jelas Bilal yang bisa mendapatkan inspirasi lagu dari apa saja. Namun ia juga menyarankan untuk tetap belajar sendiri agar bisa mendapatkan teori (musik)nya.

Saat membahas pengalamannya menjadi guru musik, Tri Adinata, yang lebih dikenal sebagai Sir Nata bagi murid-muridnya, menanamkan pada anak didiknya untuk memilih jurusan yang benar-benar mereka suka, bukan jurusan yang berdasarkan paksaan orang lain, agar profesinya nanti yang mereka sukai. “Menjalani hobi sebagai profesi agar kalau kerja, gak capek, dan yang penting, bertanggung jawab atas pilihan mereka,” katanya.

Ia juga menggunakan platform digital seperti TikTok menjadi alat pendukung mengajar. “Awalnya TikTok untuk dokumentasi, biar nanti murid-murid pas mau ingat kenang-kenangannya, bisa buka TikTok saya,” jelas Tri, pemilik akun @triadinata91 dengan lebih dari 630 ribu pengikut dan 23 juta likes.

Ia tidak menyangka bahwa melalui konten yang diunggahnya, yang banyak menampilkan sesi belajar musik dan nyanyi di kelasnya, banyak musisi terkenal Indonesia dan mancanegara yang kemudian menyapa dan menyebut namanya di postingan mereka.

Hal yang paling membahagiakan untuk Tri adalah saat melihat murid-murid yang diajar dari nol, bisa masuk dalam hampir semua kompetisi bakat atau menyanyi.

Saat berbagi informasi tentang program pemerintah untuk industri ekonomi kreatif, Dr. Mohammad Amin menceritakan peran Kemenparekraf dalam industri musik yang mencakup membuat regulasi dan sosialisasi kebijakan untuk membangun industri musik, mengadakan program pengembangan musik lewat inkubasi dan kompetisi, dan memberi dukungan atau sponsorship.

Terkait topik diskusi siang itu, Amin – yang juga dosen aktif dan seorang etnomusikolog – mengatakan musisi sebaiknya belajar teori, tapi pada waktu yang sama harus bisa menggali teknik sendiri.

“Banyak teman-teman saya yang belajar autodidak, tapi juga belajar dari buku, notasi balok, sejarah musik. Saya setuju bahwa untuk bisa menjadi musisi yang baik, harus melakukan keduanya,” terangnya.

Ia juga mendukung dikembangkannya pendidikan non formal bagi sumber daya manusia di berbagai bidang kreatif bila memang belum ada institusi formalnya. Pentingnya standar dan sertifikasi profesi, khususnya bagi yang melewati jalur pendidikan nonformal, agar tetap bisa bersaing, contohnya untuk sound engineer.

Artis Promotions Lead Resso Indonesia, Matthew Tanaya juga membagikan pengalamannya dalam berkarier di dunia musik Indonesia setelah melanglang buana.

Lulusan S2 jurusan Music and Sound Production dan Music Business ini mengatakan, selain materi perkuliahan, hal yang mendukung kariernua di bidang musik adalah menambah pengetahuan melalui nonton berbagai pertunjukkan musik, baca buku, hingga berbicara dengan banyak sekali orang tentang masa depan industri musik.

“Di Resso memungkinkan saya bertemu dengan banyak pelaku industri musik, mulai dari penyanyi, musisi, orang label, dan lain-lainnya, yang path-nya beda semua. So you just need to find the right path,” tuturnya.

Ia juga berharap bahwa inisiatif Resso untuk menyelenggarakan Coaching Clinic juga bisa mendorong majunya generasi baru musisi Indonesia.

“Resso sangat berkomitmen dalam mendukung musisi muda Indonesia melalui berbagai program edukasi seperti Coaching Clinic ini. Selain itu, kami juga menampilkan dan mempromosikan musisi-musisi muda berbakat melalui program reguler kami, antara lain Resso Studio Live dan Resso Rising,” tutup Matthew.

Resso Studio Live merupakan konser yang di-streaming secara langsung dengan menampilkan musisi terpilih untuk membawakan lagu mereka secara akustik, sementara Resso Rising menampilkan musisi yang tengah naik daun dalam playlist di aplikasi Resso setiap bulannya.

Acara diskusi yang dilanjutkan dengan sesi tanya-jawab singkat dengan peserta kemudian ditutup dengan pertunjukkan akustik dari Bilal Indrajaya. Diiringi keyboard, Bilal melantunkan single terbarunya, ‘Saujana’, dan lagu lawas, ‘Niscaya’. (rdr)

Gabung WhatsApp Channel, Telegram Channel, dan follow juga Facebook, Instagram Radar Sumbar untuk update berita terbaru
Exit mobile version