JAKARTA, RADARSUMBAR.COM – Langit Indonesia akan kedatangan fenomena alam ‘Blue Moon’ atau Bulan Biru pada Minggu (22/8) malam ini.
Andi Pangerang, peneliti Pusat Sains Antariksa (Pussainsa) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) menjelaskan, Bulan Biru yang akan terjadi malam ini pada hakikatnya tidak benar-benar biru. Artinya, secara nyata warna Bulan tidak berubah menjadi biru.
“Asal-usul historis istilah ini sebenarnya masih simpang siur dan kebanyakan pihak menganggapnya sebagai kesalahan interpretasi,” terangnya di situs resmi LAPAN. “Banyak orang meyakini istilah Bulan Biru dimaknai sebagai sesuatu yang terjadi sangat langka berasal dari kabut asap dan abu vulkanik letusan gunung berapi yang mengubah Bulan menjadi berwarna kebiruan.”
Istilah Blue Moon, kata Andi, sudah ada sejak sekitar 400 tahun lalu. Seorang penutur cerita rakyat asal Kanada, Dr. Philips Hiscock, mengusulkan penyebutan Bulan Biru bermakna bahwa ada hal yang ganjil dan tidak akan terjadi.
Mengenal Bulan Biru menurut Sains
Menurut Andi, ada dua definisi yang berbeda mengenai Bulan Biru: Bulan Biru Musiman (Seasonal Blue Moon) dan Bulan Biru Bulanan (Monthly Blue Moon).
Bulan Biru Musiman merupakan Bulan purnama ketiga dari salah satu musim astronomis yang di dalamnya terjadi empat kali Bulan purnama. Sementara Bulan Biru Bulanan adalah Bulan purnama kedua dari salah satu bulan di dalam kalender Masehi yang di dalamnya terjadi dua kali Bulan purnama.
Fenomena yang muncul pada Minggu (22/8) malam ini masuk kategori Bulan Biru Musiman. LAPAN mengatakan, Bulan Biru dapat diamati di seluruh Indonesia sejak Matahari terbenam, hingga sebelum Matahari terbit keesokan harinya. Arahnya Timur-Tenggara hingga Barat-Barat Daya.
Dalam majalah prediksi cuaca Farmers’ Almanac di Amerika Serikat, fenomena ini juga disebut Purnama Sturgeon (ikan penghasil kaviar) muncul ke permukaan danau sehingga mudah ditangkap. Nama lainnya, yakni Purnama Jagung Hijau (Green Corn Moon), Purnama Ceri Hitam (Black Cherry Moon), dan Purnama Terbang Tinggi (Flying Up Moon).
Bulan Biru Bulanan terjadi di sekitar awal bulan Masehi. Hal ini dikarenakan rata-rata lunasi sebesar 29,53 hari, lebih pendek dibandingkan dengan 11 bulan dalam kalender Masehi.
Bulan Biru Musiman lebih jarang terjadi ketimbang Bulan Biru Bulanan, yang dalam 1100 tahun antara 1550 hingga 2650, ada 408 Bulan Biru Musiman dan 456 Bulan Biru Bulanan. Dengan demikian, baik musiman maupun bulanan, Bulan Biru terjadi kira-kira setiap dua atau tiga tahun sekali.
Sebelumnya, Bulan Biru Musiman pernah terjadi pada 19 Mei 2019 dan 22 Mei 2016. Fenomena luar angkasa ini akan terjadi lagi pada 20 Agustus 2024 dan 20 Mei 2027 mendatang.
Bulan yang benaran berwarna biru sebenarnya juga bisa terjadi, tapi itu sangat langka dan tidak ada hubungannya dengan kalender Masehi, fase Bulan, atau jatuhnya musim, melainkan akibat dari kondisi atmosfer. Misal, abu vulkanik dan kabut asap, droplet di udara, atau jenis awan tertentu dapat menyebabkan Bulan Purnama tampak berwarna kebiruan. (*)
Komentar